JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan otomotif asal Korea Selatan (Korsel) berpotensi besar bisa mengalahkan dominasi pabrikan kendaraan bermotor Jepang di Indonesia dalam peralihan ke era elektrifikasi.
Pasalnya, saat ini investasi yang dilakukan oleh perusahaan Korsel di bidang kendaraan listrik untuk Tanah Air, melalui Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution tidak main-main.
Pemerintah RI mencatat, total sudah ada investasi sebesar 1,1 miliar dolar AS atau Rp 15,6 triliun (kurs Rp 14.200) yang digelontorkan oleh kedua perseroan terkait untuk membangun pabrik baterai.
Nilai tersebut sangat tinggi bila melihat beberapa tahun belakangan di sektor otomotif, sebagaimana dikatakan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.
Bahkan, saat ini Korsel untuk pertama kalinya menempati peringkat 3 besar dalam daftar negara asal Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia, dari sebelumnya hanya di posisi kelima atau keenam.
Sementara pabrikan kendaraan asal Jepang, masih terkesan lambat beralih ke kendaraan berbasis baterai murni. Hanya beberapa perseroan yang telah menyatakan siap melangkah ke sana, tapi dilakukan secara bertahap.
Memang, dalam lawatan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ke Jepang pada 10-11 Maret 2021 lalu, sebanyak Rp 11,2 triliun investasi baru telah ditangkap.
Jumlah ini merupakan komitmen dari Toyota Group, Mitsubishi Motors, Honda Motor Company, Mitsubishi Motors, dan Suzuki untuk persiapan elektrifikasi dan penambahan negara tujuan ekspor sampai 2025 .
Rinciannya, Toyota sebesar Rp 28 triliun, Mitsubishi Rp 11,2 triliun, Honda Rp 5,2 triliun, dan Suzuki Rp 1,2 triliun.
"Sehingga, Jepang yang sudah lama menjadi penguasa pasar otomotif di sini berkemungkinan bisa kehilangan peluang besar atas kendaraan listrik, disalip Korsel. Mereka harus cepat-cepat bergerak," kata Yannes Martinus Pasaribu, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) saat dihubungi pada Rabu (6/10/2021).
"Apalagi, sebentar lagi akan mulai diterapkan PPnBM berdasarkan emisi gas buang atau carbon tax yang mana LCGC tidak akan mendapat keistimewaan lagi melainkan mobil listrik murni," lanjut dia.
Hanya saja, diakui Martinus, kalau peralihan kendaraan konvensional ke listrik bukan persoalan mudah. Cara hati-hati yang dilakukan merek Jepang, punya alasan kuat juga. Berbagai lini harus berkerja sama dan sejalan supaya bisa dengan cepat serta tepat.
Dalam kesempatan itu pula, Martinus mengapresiasi langkah Korsel untuk segera membuat pabrik baterai kendaraan listrik di Indonesia. Mengingat, Tanah Air memiliki sumber daya besar baik dari nikel maupun SDM.
"Di samping itu, mereka juga menggandeng berbagai perusahaan di dalam negeri. Itu merupakan langkah ideal sebagai pasar dan industri potensial di kendaraan listrik," kata dia.
Adapun pembangunan pabrik baterai ini menjadi sangat penting selain bisa mengurangi ketergantungan atas negara lain dan penyerapan tenaga kerja, juga mampu menekan harga jual mobil listrik.
"Kita masuk ke industri baterai kendaraan listrik sebenarnya sudah siap. Tapi memang terdapat aspek yang harus dipikirkan kembali seperti harga jual ke pasar," katanya beberapa waktu lalu.
"Perlu diingat juga bila sektor otomotif di Indonesia 20 persen menyumbang daripada sektor industrinya. Sementara sektor industri penyumbang 20 persen pada PDB nasional," lanjut Taufiek.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/10/07/084200415/lebih-agresif-korsel-bisa-kalahkan-jepang-di-era-kendaraan-listrik