JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak kepolisian masih terus giat melakukan razia knalpot bising. Bukan hanya pada knalpot bising, tapi juga knalpot aftermarket yang bukan standar bawaan motor.
Sebab, selain knalpot standar, dinilai tidak sesuai spesifikasi teknis atau laik jalan. Hal ini mengacu pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 285.
Bunyi Pasal 285 Ayat (1)
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Indra Wijaya, Manager Marketing PT Weerex Jaya Sukses, produsen knalpot lokal WRX Exhaust, mengatakan, penjualannya menurun cukup drastis. Bahkan, penurunannya mencapai 30 persen.
"Pemerintah seharusnya bikin legalitas supaya produsen knalpot yang asli bisa hidup. Kasihan pegawai ikut bingung juga," ujar Indra, saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
Indra menambahkan, penurunannya terjadi bukan hanya di Jakarta saja. Di kota-kota lain pun penjualannya tercatat menurun.
"Kita juga sudah curhat ke Kemendag. Tapi enggak bisa komentar juga, ikut bingung, karena ekspor tidak ada masalah, dan juga bukan produk yang dilarang," kata Indra.
Produsen knalpot lokal asal Bandung yang enggan disebutkan namanya juga mengaku mengalami penurunan sebesar 10 persen hingga 15 persen, karena dampak razia knalpot bising.
"Tapi, paling jauh turunnya knalpot yang untuk balap. Sebab, pandemi ini tidak ada event balap. Razia ada dampak, tapi paling dampak pandemi," ujarnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/04/15/092200115/dampak-larangan-penggunaan-knalpot-aftermarket-penjualan-menurun