JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak kepolisian melarang penggunaan knalpot bising yang notabene adalah knalpot aftermarket. Padahal, aturan mengenai knalpot aftermarket sendiri belum jelas.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Fahri Siregar, mengatakan, motor harus memenuhi persyaratan teknis.
Persyaratan laik jalan, salah satunya adalah kebisingan suara, emisi gas buang, dan sebagainya.
"Kendaraan bermotor itu semuanya wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Selain itu, harus mendapatkan surat registrasi uji tipe yang menyatakan memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan," kata Fahri, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/4/2021).
Fahri menambahkan, motor yang dimodifikasi berarti mengubah susunan secara teknis dan bisa juga menguubah secara laik jalan. Sebab, kebisingan suaranya tidak memenuhi persyaratan desibel.
Padahal, aturan ambang batas suara knalpot yang diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56 Tahun 2019 juga sudah diakui tidak tepat.
Sebab, aturan tersebut ditujukan untuk kendaraan yang akan diluncurkan. Bukan kendaraan yang sudah diproduksi di jalan, apalagi untuk knalpot aftermarket.
Fahri mengatakan, dengan mengganti knalpot standar menggunakan knalpot aftermarket sudah mengubah sistem pembuangan kendaraan bermotor.
Menurutnya, knalpot aftermarket tidak apa-apa digunakan, asal ada pernyataan bahwa knalpot tersebut sudah lolos uji tipe.
"Knalpot yang tidak standar tapi memenuhi persyaratan teknis, boleh saja digunakan, yang penting dia uji tipe," ujar Fahri.
Pernyataan tersebut mendapat tanggapan dari para pihak produsen knalpot lokal dan distributor knalpot luar. Banyak yang mempertanyakan mengenai uji tipe atau Standar Nasional Indonesia (SNI) khusus knalpot.
"Intinya, untuk knalpot aftermarket ini belum ada aturan. Tapi, untuk aturan knalpot aftermarket juga belum diatur. SNI pun juga belum ada," kata Indra.
Indra menambahkan, untuk produsen seperti WRX, sudah mengeluarkan yang untuk harian dengan suara yang rendah dan balap dengan suara yang keras
Sekarang, produk aslinya juga banyak dipalsukan. Menurut Indra, harusnya pihak polisi merazia produk-produk palsu yang tanpa izin. Kalau untuk produsen asli, semua perizinannya sudah lengkap.
Salah satu produsen knalpot lokal asal Bandung yang tidak mau disebutkan namanya juga mengatakan, pihaknya memiliki izin usaha dan taat membayar pajak. Seharusnya, pemerintah mendukung produk lokal.
"Seharusnya, pemerintah membuat aturan yang jelas. Selain itu, bisa mendukung juga produsen knalpot lokal yang sudah banyak membuka lapangan kerja ini," ujar sumber tersebut.
Budiman Terianto, dari Sphinx Motorsport selaku distributor utama Akrapovic, mengatakan, pihaknya tidak diminta uji tipe atau segala macam itu saat memasukkan knalpot ke Indonesia.
"Di mana ada uji tipenya? Uji tipe itu kan untuk mobil dan motor. Kalau knalpot kita, Akrapovic, sudah ada Euro 3, Euro 4, dan Euro 5, untuk homologasinya. Harusnya dia menyiapkan homologasi di Indonesia, di mana knalpot bisa mengikuti peraturan tersebut," kata Budiman,
Budiman mengatakan, harusnya Indonesia mengikuti aturan emisi gas buang dan polusi suaranya juga diatur. Sekarang Indonesia mau mengacu yang mana, kalau Akrapovic punya semua sertifikasinya, dari Euro 3 hingga Euro 5. Indonesia juga tidak ada SNI untuk knalpot.
"Euro 3 masih bisa buka dB Killer. Euro 4 juga masih bisa buka dB Killer, tapi suaranya mungkin lebih rendah. Kalau Euro 5, sudah tidak bisa buka dB Killer, sudah dilas mati," ujar Budiman.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/04/05/133100015/produsen-knalpot-racing-pertanyakan-soal-uji-tipe-dan-sni