JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaraan bermotor baik mobil dan sepeda motor dilengkapi klakson. Fungsi klakson ialah sebagai alat komunikasi dengan pengemudi lain.
Saat ini fungsi klakson sedikit bergeser dari yang sebelumnya sebagai alat komunikasi menjadi tempat luapan emosi. Hingga tak jarang timbul gesekan di jalan karena klakson.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, meski sepele penggunaan klakson di jalan juga mesti pakai etika.
"Jadi memang ada bahasa yang mesti dipahami dalam menggunakan klakson. Penggunaannya mesti pakai etika. Patokannya apa? nadanya, kalau panjang 'tettt...' orang lain bisa marah," kata Jusri kepada Kompas.com, Rabu (27/1/2021).
Panjang pendek klakson punya makna yang berbeda. Sebab klakson tidak bisa berbicara, sehingga panjang bunyinya bisa diinterpretasikan lain.
"Di luar negeri pengunaan klakson itu termasuk jarang, bahkan kalau penggunaan klakson tidak penting orang bisa marah. Masalahnya klakson di negara kita dianggap sebagai hal biasa," katanya.
Senada dengan Jusri, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia, Sony Susmana mengatakan, klakson sebaiknya hanya digunakan saat keadaan penting.
“Asumsinya bisa baik, marah, kaget, agresif dan lainnya. Namun sebaiknya bisa mengurangi kebiasaan membunyikan klakson, karena kita hanya membutuhkannya ketika penting,” katanya.
Sony mengatakan, pengunaan klakson yang berlebihan merupakan salah satu cerminan dari tingkat ketertiban berkendara di negara atau daerah tersebut.
“Ketika semua pengendara menerapkan gaya mengemudi yang safety, tidak akan ada klakson di jalan raya," kata Sony.
"Bisa dilihat di negara-negara tetangga, yang sudah lebih tertib dalam berkendara, mereka minim sekali menggunakan klakson,” katanya.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/01/28/100200415/klakson-yang-berubah-fungsi-dari-alat-komunikasi-jadi-luapan-emosi