JAKARTA, KOMPAS.com - Melakukan pemblokiran Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) perlu dilakukan jika kendaraan sudah dijual atau dipindahtangankan ke orang lain.
Apalagi, bagi mereka yang tinggal di wilayah yang sudah menerapkan tarif pajak progresif, seperti di DKI Jakarta.
Penghapusan data kepemilikan kendaraan yang ada di STNK tidak hanya sekadar menghilangkan data kepemilikan yang lama, tetapi ada keuntungan lain.
Humas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Herlina Ayu mengatakan, memblokir STNK memang perlu dilakukan jika kendaraan bermotor sudah dijual ke orang lain.
Dengan menghapus data di STNK maka ada keuntungan tersendiri bagi pemilik lama yaitu bebas dari pajak progresif jika nantinya membeli kendaraan baru.
Mengingat, Herlina menambahkan, DKI Jakarta sudah menerapkan pajak progresif sejak beberapa tahun lalu.
Sehingga, jika nantinya pemilik kendaraan akan membeli kendaraan dengan tipe yang sama dan atas nama serta alamat yang sama akan bisa dikenakan pajak progresif.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor.
Untuk besaran tarif pajak progresif sesuai dengan Perda adalah kelipatan 0,5 persen untuk kepemilikan kedua.
Besaran pajak progresif ini akan berlipat 0,5 persen untuk kendaraan berikutnya dan maksimal ke-17 dengan besaran 10 persen.
Daftar pajak progresif wilayah DKI Jakarta sesuai Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 tahun 2015:
• Kendaraan pertama besaran pajaknya 2 persen.
• Kendaraan kedua besaran pajaknya 2,5 persen.
• Kendaraan ketiga besaran pajaknya 3 persen.
• Kendaraan keempat besaran pajaknya 3,5 persen.
• Kendaraan kelima besaran pajaknya 4 persen.
• Kendaraan keenam besaran pajaknya 4.5 persen.
• Kendaraan ketujuh besaran pajaknya 5 persen.
• dan seterusnya hingga kepemilikan ke-17 dengan pengenaan pajak 10 persen.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/12/07/081200415/mengapa-stnk-kendaraan-yang-sudah-dijual-perlu-diblokir-