JAKARTA, KOMPAS.com - Mayoritas kecelakaan lalu lintas sampai saat ini masih didominasi akibat kelalaian pengendara. Mulai dari tidak fokus, tak memastikan kendaraan dalam kondisi laik jalan, mengantuk, bahkan sampai nekat berkendara dalam kondisi mabuk.
Buntut dari kondisi tersebut tak hanya mengundang fatalitas bagi si pengendara, tapi juga pengguna jalan lain.
Contohnya seperti insiden yang dilakukan oleh Wakil Bupati Yalimo, Erdi Dabi, di Distrik Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (16/9/2020).
Akibat diduga mengendarai Toyota Hilux dalam kondisi mabuk dan kecepatan tinggi, Erdi menabrak seorang polwan anggota Sat Bid Propam Polda Papua hingga.
Hilux yang dibawa Erdi hilang kendali melaju di jalur kanan ketika melintasi sebuah tikungan, setelah itu, menghantam sepeda motor korban yang berada di arah sebaliknya.
Berkaca dari kejadian tersebut, sebelumnya pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, sudah pernah mengatakan bila berkendara dalam kondisi mabuk sangat fatal akibat hilangnya konsentrasi dan membuat tak sadarkan diri.
"Sama seperti halnya berkendara dalam kondisi mengantuk, jangankan konsentrasi, pandangan mata saja sudah tak fokus. Bila pengaruhnya cukup berat, atau sudah mabuk parah, bisa-bisa berkendara dalam kondisi yang tak sadarkan diri," ucap Jusri bebeapa waktu lalu.
Hal serupa juga diutarakan oleh Edo Rusyanto, Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman), yang mengatakan sudah menjadi rahasia umum bila berkendara dalam kondisi mabuk bisa memicu kecelakaan lalu lintas.
Menurut Edo, mabuk berpotensi merusak konsentrasi yang padahal sangat dibutuhkan pengemudi dalam mengendarai motor atau mobil guna menekan bahaya dalam berlalu lintas.
Pentingnya konsentrasi pun sampai ditungkan dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) pada pasal 106 ayat (1).
"Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. Penjelasan mengenai penuh konsentrasi merinci bahwa yang dimaksud dengan penuh konsentrasi adalah setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya," ujar Edo.
Lebih lanjut Edo menjelaskan yang bisa mengganggu perhatian itu antara lain karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon, menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, serta pengendara yang mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan.
Sekadar informasi, berdasarkan Pasal 311 ayat (1) LLAJ menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Hukuman ini tentu akan lebih berat bila sampai menimbulkan adanya korban jiwa seperti yang dilakukan oleh Erdi.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/09/17/070200015/wakil-bupati-tabrak-polwan-ingat-bahaya-berkendara-saat-mabuk