JAKARTA, KOMPAS.com – Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2015, tertulis Standar Pelayanan Minimal (SPM) bus AKAP yang mengatakan kalau ban vulkanisir hanya boleh digunakan pada ban belakang saja.
Ban vulkanisir merupakan ban lama yang alur tapaknya sudah habis, kembali ditempel dengan pola tapak yang baru. Proses vulkanisir ini memang lazim dilakukan pada kendaraan komersial untuk menghemat pengeluaran.
Lalu mengapa ban vulkanisir hanya boleh dipasang pada bagian belakang bus?
Pemilik PO SAN sekaligus Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan mengatakan, penggunaan ban vulkanisir di sebagai ban depan bus bisa menyebabkan bahaya karena tugasnya yang berat.
“Karena ban depan itu posisinya tunggal dan mengatur arah kemudi. Apabila bannya meledak, handling kendaraan menjadi sulit. Sedangkan bagian belakang yang ganda bisa lebih aman kalau terjadi masalah pada ban,” ucap Sani kepada Kompas.com, belum lama ini.
Namun menurut On Vehicle Test Manager PT Gajah Tunggal Tbk., Zulpata Zainal mengatakan, mau dipasang di depan atau belakang, enggak masalah selama vulkanisirnya di tempat yang baik.
“Kalau kualitas vulkanisirnya baik, untuk cengkraman ban vulkanisir ke aspal tidak ada masalah, baik di depan atau belakang. Prinsipnya kan sama saja dengan ban baru,” ucap Zulpata kepada Kompas.com.
Namun jika proses vulkanisirnya tidak baik, lapisan tapak yang baru divulkanisir ke ban bisa-bisa copot saat sedang digunakan. Tentunya hal ini yang bisa jadi sumber kecelakaan pada kendaraan besar.
“Ada beberapa vulkanisir yang kurang baik seperti compound, pengerjaannya, dan sambungan ditapaknya. Akhirnya kadang kita melihat yang tapak vulkanisirnya lepas seluruhnya,” ucap Zulpata.
Lepasnya lapisan vulkanisir jika terjadi pada ban depan, bisa menghilangkan cengkraman ke aspal. Bus yang tidak terkendali bisa menjadi faktor dari kecelakaan di jalan.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/08/28/200100915/ban-vulkanisir-hanya-boleh-dipakai-di-ban-belakang-bus