JAKARTA, KOMPAS.com - Kemacetan di kota Jakarta membuat jalannya ambulans sering kali terhambat. Untuk itu, muncul komunitas motor pengawal (escort) ambulans. Mereka ini akan membuka jalan di kemacetan dan mengantar ambulans ke tempat tujuan.
Meskipun tujuannya baik, tapi komunitas motor yang termasuk masyarakat sipil ini masih ada sebagian yang menggunakan sirene dan rotator. Padahal, penggunaan sirene dan rotator ini sudah diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Fahri Siregar, mengatakan, penggunaan sirene dan rotator hanya untuk kendaraan tertentu. Lampu isyarat warna biru itu untuk kendaraan petugas kepolisian dan warna merah untuk ambulans, TNI, dan sebagainya.
"Walaupun komunitas pengawalan ambulans memiliki niat yang baik untuk membantu, namun Undang-undang sudah mengatur terkait penggunaan rotator dan sirene," ujar Fahri, ketika dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
Fahri menambahkan, untuk pengawalan juga sudah diatur dalam Undang-undang. Sebab, butuh kemampuan dan pengetahuan tersendiri, terkait formasi pengawalan, jarak antar kendaraan, dan lainnya.
"Apabila pengetahuan ini minim, maka pengawalan itu justru berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas," kata Fahri.
Aturan di atas sudah tertulis dalam UU LLAJ Pasal 135, yang mengatakan kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.
"Oleh karena itu, apabila ada masyarakat atau pihak rumah sakit yang membutuhkan pengawalan untuk ambulans, silakan hubungi Polri, Polri akan siap membantu," ujar Fahri.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/11/05/172400115/tanggapan-polisi-soal-komunitas-motor-pengawal-ambulans