JAKARTA, KOMPAS.com – Pada Agustus lalu, Presiden Joko Widodo akhirnya mengesahkan aturan perihal kendaraan listrik. Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 menjadi payung hukum tentang percepatan program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL).
Meski begitu, beragam pihak masih menantikan detil rancangan dari Perpres ini. Regulasi yang sudah dibuat bahkan disebut tak akan berjalan baik sebelum Indonesia dapat memproduksi sendiri baterai yang menjadi inti dari kendaraan listrik.
“Perpres No. 55 Tahun 2019 tidak akan jalan tanpa baterai, jantung dari kendaraan listrik adalah baterai,” ujar Peneliti Senior Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Prof. Evvy Kartini, pada Kamis (5/9/2019).
Ia mengatakan, baterai Lithium-ion tak hanya digunakan oleh kendaraan listrik saja. Tapi berbagai jenis transportasi ataupun industri juga dapat menggunakan jenis baterai ini.
Sehingga membangun pabrik baterai dianggap dapat memberikan dampak baik bagi banyak kalangan. “Kenapa harus pakai baterai Lithium-ion? Satu energi bersih, kedua hemat biayanya,” terangnya saat acara seminar IEMS 2019 di Balai Kartini, Jakarta Selatan.
Di samping itu, alasan pentingnya memproduksi baterai di dalam negeri adalah karena harganya yang masih cukup tinggi. Evvy berujar, sekitar 40 sampai 60 persen dari harga mobil listrik, merupakan harga baterainya.
“Bayangkan di Indonesia kita punya, kalau kita bisa, TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) mobil listrik di sini akan tinggi sekali, nanti akan pengaruh ke harganya yang makin terjangkau juga,” pungkasnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/09/06/170100015/tanpa-pabrik-baterai-proyek-kendaraan-listrik-bisa-terhambat