Denpasar, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian mengusulkan regulasi baru berupa harmonisasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor di Indonesia. Dalam regulasi baru ini, program low carbon and green car (LCGC) alias Kendaraan Bermotor Hemat Bahan Bakar dan Harga Terjangkau (KBH2) juga disebut mobil murah, bakal berakhir.
Harjanto, Dirjen Industri Logam Mesin Elektronik dan Alat Transportasi (ILMTA) Kementerian Perindustrian, mengatakan, dalam skema baru PPnBM kendaraan bermotor, tidak lagi berpatokan pada model kendaraan sedan atau 4x2 atau kapasitas besaran mesin. Dalam regulasi baru, aturan besaran PPnBM berlaku atas seberapa besar emisi gas buang yang dihasilkan.
"Jadi dalam rangka mendorong kendaraan ramah lingkungan, jadi industri kami paksa. Kami sebutnya harmonisasi, jadi ada yang naik atau turun nanti PPnBM-nya. Usulan sudah di Kemenkeu dan sudah dibahas ke DPR, sudah oke, tinggal ditunggu saja," ucap Harjanto di Denpasar, Selasa (23/4/2019).
Salah satu program yang kemudian menjadi tanda tanya adalah program mobil murah atau LCGC. Pasalnya, mobil murah ini adalah satu-satunya kendaraan penumpang yang dibebaskan dari beban PPnBM, selama mampu memenuhi persyaratan, antara lain kandungan lokal tinggi, nilai investasi, merek berlafas lokal, dan lain sebagainya.
"Bukan berakhir, tetap berjalan, tetapi nanti akan kena PPnBM 3 persen dari yang sebelumnya nol. Tetapi, ada persyaratan harus memenuhi emisi tertentu," ucap Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan, Putu Juli Ardika.
Jeda 2 Tahun
Harjanto kemudian, menjelaskan, setiap merek yang sudah memproduksi dan memasarkan LCGC, akan diberikan waktu kompensasi supaya bisa memenuhi standar emisi regulasi PPnBM yang baru. Jeda waktu ini diberikan supaya industri mau investasi lagi, agar model-model mobil murah yang ada di pasar bisa lebih ramah lingkungan.
"Mereka harus investasi lagi kalau mau dapat insentif, bisa hybrid, mild hybrid. Makannya, mengapa mild hybrid kami masukan dalam skema, supaya tidak direbut negara lain. Kami akan berikan waktu jeda 2 tahun untuk industri mempersiapkan diri," ucap Harjanto.
Dalam regulasi baru, penghitungan PPnBM kendaraan dilakukan berdasarkan konsumsi bahan bakar dan tingkat emisi CO2. Dengan begitu, semakin rendah emisinya, maka tarif pajaknya pun akan semakin kecil. Pengelompokan kapasitas mesin pun hanya akan dibagi dua kelompok yakni di bawah 3.000 cc dan di atas 3.000 cc.
Ada tiga kategori kendaraan yang diatur besaran PPnBM-nya. Pertama, kendaraan penumpang, terbagi dua, dilihat dari daya angkut penumpang, yakni kurang dan lebih dari 10 orang.
Kendaraan dengan daya angkut 10 penumpang akan dikenakan tarif PPnBM mulai dari 15 persen hingga 70 persen. Sementara, kendaraan dengan penumpang lebih dari 10 orang akan dikenakan tarif PPnBM mulai dari 15 persen hingga 30 persen. Semakin besar bahan bakar yang dikonsumsi dan emisi yang dikeluarkan, maka semakin besar tarif yang dikenakan.
"Untuk peraturan yang saat ini, itu dibagi atas passanger dan commercial vehicle, itu dibagi atas kapasitas yaitu berdasarkan CC-nya. Makin tinggi CC-nya masih tinggi tarifnya.Bahkan ada PPnBM mencapai 125 persen, untuk sedan yang (mesin) gasoline atau diesel diatas 2.500 cc atau 3.000 cc," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani, Selasa (11/3/2019).
Untuk kendaraan kategori commercial vehicle atau kendaraan niaga, terbagi atas pikap kabin ganda (double cabin) dengan tarif mulai dari 5 persen hingga 30 persen. Sementara, kendaraan komersial lainnya yakni truk, bus, dan pikap dikenakan tarif PPnBM 0 persen.
Sedangkan, untuk LCGC alias KBH2 dikenakan tarif PPnBM sebesar 3% dengan volume mesin di bawah 1.500 cc.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/04/23/125506415/lcgc-akan-berakhir