JAKARTA, KOMPAS.com - Berlatar belakang angka fatalitas kecelakaan sepeda motor, khususnya berkubikasi kecil, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kembali melakukan kajian mengenai pentingnya fitur anti-lock braking system (ABS). Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa urgensinya ABS ditetapkan sebagai perangkat wajib.
Meski demikain, Direktur Pembinaan Keselamatan Kemenhub M Risal Wasal, menjelaskan, penetapan regulasi motor kecil wajib ABS tidak seperti membalikan telapak tangan. Masih banyak hal yang harus dipertimbangkan lebih dulu.
"Untuk regulasi ABS itu masih panjang sekali jalannya, tidak langsung kita buru-buru kebut, jadi memang belum. Pertama kita masih menunggu hasil dari Universitas Indonesia (UI) hasil resminya seperti apa, setelah itu harus menunggu study lanjutan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga," ujar Risal saat dikonfrmasi Kompas.com, Rabu (14/11/2018).
Risal menjelaskan, bila Bappenas mengandeng UI untuk sama-sama melakukan riset dan study lebih detail mengenai seberapa pentingan ABS menjadi perangkat wajib pada motor berkapasitas kecil di Tanah Air. Bila sudah ada hasilnya, maka nanti akan ada dievaluasi lebih lanjut, dan tentunya juga akan ada pembahasan dengan pihak-pihak terkait.
Sampai saat, menurut Risal belum ada data resmi dari UI. Sementara yang waktu itu sempat dibeberkan bahwa penggunaan ABS bisa mengurangi fatalitas 10 sampai 27 persen pada sepeda motor itu dari India, bukan di Indonesia.
Namun begitu Risal mengakui secara kondisi, antar India dan Indonesia memang tidak berbeda jauh, apalagi mengenai kultur berkendaranya.
"Kami pun di Kemenhub, khususnya Perhubungan Darat masih menanyakan sampai semana efektifnya ABS untuk kondisi jalan di Indonesia. Karena kalau jalan pelan kan ABS tidak ada fungisnya, belum lagi soal harga motor yang nanti naik, jadi masih kompleks dan kita tidak buru-buru soal regulasi, masih jauh lah," ucap Risal.
https://otomotif.kompas.com/read/2018/11/15/141059815/kata-kemenhub-regulasi-abs-pada-motor-masih-jauh