PT Astra Honda Motor (AHM) pun tak lagi menjual aksesori adventure untuk Supra GTR seperti pertama kali sepeda motor itu meluncur beberapa tahun silam. Direktur Pemasaran Thomas Wijaya mengakui, bahwa bahasa marketing model ini mengalami ubahan.
”Bukan karena tidak sukses sebagai motor adventure, tapi kami ingin memperlebar segmen. Setelah dipelajari, pemilik lebih condong menggunakannya sebagai motor touring,” ujar Thomas di sela touring jurnalis Padang-Bukittinggi, (26/8/2017).
Beberapa waktu terakhir, kata Thomas, AHM mengadakan roadshow ke berbagai kota untuk Supra GTR. Penetrasinya tak cuma untuk komunitas, tetapi lebih mencari ”grass root activity”.
Dari sini didapati bahwa orang lebih suka menggunakan motor itu sebagai tunggangan jarak jauh, meski sebagian lainnya juga memakainya sebagai tunggangan sehari-hari.
Perjalanan model ini pada awal 2017 memang kurang meyakinkan. Berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), empat bulan pertama penjualan terseok, rata-rata hanya 500-an unit. Bahkan pada Maret AHM cuma melempar 100 unit ke diler.
Setelah corak dan warna diperbarui, penjualan terdongkrak mulai Mei hingga Juli lalu, berhasil berdiri di kisaran lebih dari 2.000 unit per bulan. Total penjualan selama tujuh bulan pertama adalah 8.598 unit.
Rupanya AHM harus mengubah strategi, mengingat jika dibandingkan dengan pesaing, MX King, Supra GTR harus keok secara total tujuh bulan pertama tahun ini. Sang pesaing sudah mengumpulkan total penjualan 33.090 unit. Perbedaan yang sangat jauh.
Strategi yang salah? Thomas mengelak. Lagi-lagi dirinya hanya mengatakan bahwa mengubah strategi pemasaran dari bahasa marketing dari adventure ke touring adalah usaha memperlebar segmen.
https://otomotif.kompas.com/read/2017/08/28/162100615/terseok-honda-ubah-konsep-supra-gtr-jadi-motor-touring