Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Berkendara... Sebaiknya Remaja di Bawah Umur Jadi Penumpang Saja!

Kompas.com - 10/08/2015, 16:45 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

KOMPAS.com - Jelas tercantum dalam Udang-undang Nomor 22 tahun 2009 bahwa seorang pengemudi harus berumur minimal 17 tahun dan memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Pidana kurungan empat bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000 akan dijatuhi pada pengendara jika peraturan tersebut dilanggar, belum lagi rentetan peraturan lainnya.

Namun, tidak dapat dimungkiri, bahwa masih sering kita lihat anak-anak di bawah usia 17 berkendara. Entah, karena kemudahan akses atau keinginan tak terbendung, mereka dengan santainya membawa kendaraan, terutama motor. Padahal, angka kecelakaan lalu lintas berdasarkan pelaku yang melibatkan pengendara di bawah umur menempati peringkat ketiga. Data Polda Metro Jaya selama 2011-2012 mencatat 677 orang kecelakaan.

Terlepas dari UU dan konsekuensi buruk itu, banyak alasan anak-anak di bawah umur seharusnya tidak diberikan akses mengemudi. Di sini, orang dewasa berperan penting mendidik anak-anaknya mengenai keutamaan safety riding atau bertindak sesuai prosedurnya.

Nah, sebelum melarang anak Anda berkendara sendiri, ada baiknya memahami alasan kenapa mereka sebaiknya duduk manis di bangku penumpang berikut ini:

Kemampuan fisik

Pernahkah Anda melihat remaja mengendarai motor dan berpikir bahwa badan mereka lebih kecil dibandingkan kendaraan itu sendiri? Tentu saja. Hal itu karena sebagian kendaraan bermotor dirancang untuk orang dewasa sehingga ukurannya pun menyesuaikan.

Mengizinkan anak di bawah umur berkendara sama dengan memaksakan ketidaksesuaian kondisi fisik mereka. Risikonya, tubuh mereka akan cepat lelah dan kehilangan konsentrasi ketika berkendara.

Keterbatasan kognitif

Pada anak usia di bawah 17 tahun lobus frontal pada otak mereka belum berkembang dengan sempurna. Sementara itu, bagian ini adalah tempat berlangsungnya proses penalaran manusia.

Jadi, remaja memiliki daya pengaturan rencana dan antisipasi yang tidak maksimal. Keterbatasan tersebut akan membuat mereka kesulitan menganalisis dan menyimpulkan situasi saat mengemudi.

Kemampuan bernalar juga diperlukan pengemudi untuk mengambil keputusan di jalan. Tak heran, banyak remaja terlihat kebut-kebutan atau salip kanan-kiri di jalan raya, karena jangkauan pikir mereka masih pendek. Padahal, urusan ngebut di jalan raya bukan hanya soal keselamatan mereka, tapi juga sesama pengguna jalan lain.

SHUTTERSTOCK Polda Metro Jaya mencatat, jumlah kecelakaan akibat pengendara di bawah umur menempati peringkat ketiga.

Emosi tidak terjaga

Kondisi jalan, terutama kota besar, sering kali menuntut pengemudi bersabar. Jalanan macet atau selisih sesama pengemudi terkadang menyulut emosi sehingga akan lebih baik jika pengendara memiliki emosi stabil.

Dikutip dari KOMPAS.com, psikolog anak Anna Surti Arian berpendapat bahwa anak akan cenderung tersulut amarah bila dihadapkan dengan konfrontasi atau situasi macet di jalan raya karena tingkat emosi mereka belum matang. Hal tersebut juga membuat mereka lebih agresif dalam berkendara.

Kerugian finansial

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau