JAKARTA, KOMPAS.com - Klakson adalah kelengkapan kendaraan yang berfungsi sebagai alat komunikasi dengan pengguna jalan yang lain. Namun perlu diingat, penggunaan klakson tidak boleh sembarangan dan harus mengikuti etika yang berlaku.
Pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Palubuhu menilai saat ini penggunaan klakson di Indonesia terlalu bebas.
Orang bisa sesuka hati membunyikan klakson secara berlebihan. Kondisi inilah yang dianggap Jusri bisa memancing emosi dan menimbulkan konflik di jalan, bahkan berujung tindakan kriminal.
"Banyak kejadian konflik gara-gara penggunaan klakson. Misalnya di jalan tol, saling bersinggungan dan membunyikan klakson sampai akhirnya berkelahi," ucap Jusri kepada Kompas.com, Selasa (17/7/2018).
Baca juga: Bunyikan Klakson Saat Spion Mobil Lagi Dirampok
Menurut Jusri, sudah saatnya pengendara di Indonesia mulai menanamkan rasa empati di jalan raya. Contohnya mulai menyadari pengguna jalan terdiri atas beragam macam orang, dari mulai orang tua sampai orang sakit.
Klakson juga sebaiknya tidak dibunyikan di tempat-tempat tertentu, misalnya di rumah ibadah, lingkungan sekolah atau melewati sebuah lingkungan yang sedang berduka.
Walau salah satu fungsi klakson bertujuan untuk memperingatkan pengguna jalan lain, Jusri menegaskan penggunaannya pun harus sopan. Bunyikan klakson hanya sekali. Bila pengendara lain yang diperingatkan belum juga sadar, klakson boleh dibunyikan dua kali.
"Tapi jangan dibunyikan terus menerus. Bunyi klakson juga jangan diubah-ubah. Biarkan sesuai standar bawaan pabrik," ucap Jusri.
Baca juga: Kenapa Suara Klakson dan Sirine Mungkin Buruk Untuk Jantung Anda?
Dalam laman resmi Kementrian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub), diatur bahwa agar tidak menimbulkan polusi suara dan diterima dengan bagus oleh indera pendengar, kekuatan bunyi klason hanya berada pada kisaran paling rendah 83 desibel dan paling tinggi 118 desibel. Aturan tersebut tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2012 Pasal 69.
Sementara itu, dalam Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 1993, tepatnya pada Bagian Kelima pasal 71, ada beberapa hal yang boleh dan dilarang terkait fitur isyarat bunyi. Berikut etika penggunaan klakson pada pasal 71.
1. Isyarat peringatan dengan bunyi yang berupa klakson dapat digunakan apabila:
a. Diperlukan untuk keselamatan lalu lintas;
b. Melewati kendaraan bermotor lainnya.
2. Isyarat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilarang digunakan oleh pengemudi:
a. Pada tempat-tempat tertentu yang dinyatakan dengan rambu-rambu.
b. Apabila isyarat bunyi tersebut mengeluarkan suara yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor.
Khusus untuk poin pada ayat dua bagian (b), suara klakson yang tidak sesuai ketentuan, akan mendapatkan sanksi tegas. Ini sesuai dalam undang-undang nomor 22 tahun 2009 pasal 285 ayat satu, setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, salah satunya klakson, akan dipidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda Rp 250.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.