KOMPAS.com - Matahari di garis ekuator terasa memanggang seisi arena modifikasi Black Autobattle putaran ke-2 tahun 2017, yang bertempat di Lapangan MTQ, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Sabtu (29/7/2017) siang.
Suhu di atas 40 derajat celsius pada saat itu memang membuat orang-orang di lapangan tersebut sama-sama meringis. Bagaimanapun, Riau menjadi satu dari sekian wilayah yang terjajar paling dekat dengan garis edar Bumi terhadap Matahari.
Namun, terik seakan terabaikan oleh modifikator-modifikator dari berbagai wilayah di Sumatera yang kian sore malah kian terhimpun.
"Secara tren, Pekanbaru ini lagi hot banget di Sumatera. (Pencinta otomotif) kota kayak Medan, Palembang, mainnya ke Pekanbaru ini," kata Boy Prabowo, perwakilan tim juri Black Autobattle 2017 Pekanbaru, Sabtu.
Saat itu saja, panitia bolak-balik mengatur pergerakan mobil-mobil yang mendatangi para juri karena kerap tersendat, meski Lapangan MTQ merupakan lapangan akbar tempat berbagai kegiatan massal digelar di ibu kota Riau ini.
"Kalau ada yang tanya, pesertanya bisa lebih dari ini? Bisa banget. Cuma kami tahan karena event cuma sehari, kami punya audio dan dyno yang masing-masing makan waktu jadi harus bagi-bagi," ujar Boy.
Muaranya suku cadang impor
Peta pertumbuhan modifikasi di Sumatera awalnya belum memosisikan Pekanbaru sebagai barometer. Namun, kondisinya kini sebaliknya.
Mudahnya mendapati part racing aftermarket salah satunya diiyakan oleh Abeng, koordinator lapangan untuk tim New Generation.
Honda Civic hatchback putih front-wheel drive dengan ban besar di depan yang diusung timnya itu, misalnya. Tanpa buka apa-apa, mobil ini sudah menongolkan saluran buang di depan kiri.
"Part mobilnya dari Singapura. Ini pakai turbo, belinya dari teman," ujar pria yang bersama teman-teman setimnya mengenakan seragam New Generation.
Lain halnya dengan Andre pemilik BMW E46 warna merah dengan pintu gunting yang kemudian meraih Best Europe dalam Black Autobattle Pekanbaru.
"Sunroof-nya ini dapat dari luar (Singapura)," ujar pria yang juga membuka bengkel pengecatan dan kini bergabung dengan klub besar di Pekanbaru, Connection.
Sementara itu, Teddy, pemilik Honda Civic yang turun dalam adu daya mesin dyno test mengatakan bahwa part-part seperti turbo, pipa-pipa, dan injektor yang dipakainya didatangkan langsung dari negeri asal si mobil.
Cerita unik dyno test
Dengan rangkaian acara sejak siang hingga pukul 10.00 malam, pengunjung yang merupakan masyarakat Pekanbaru terus berjejal.
Final-final dari berbagai kelas pun diumumkan, termasuk adanya cerita unik untuk dyno test setelah kelas adu daya mesin ini ditembus oleh mobil standar pabrikan bermesin V8, yakni sebuah SUV hitam Mercedes-Benz GLE 400.
"Tidak diubah apa-apa. Ya, langsung gas saja tadi pas dyno test. Mobil juga baru datang dari dealer minggu lalu," kata sang pemilik, Santo, yang mengaku baru lulus SMU.
Mobil SUV Santo saat dites menembus 280 HP. Hal ini pun ditanggapi Boy sebagai pemicu bagi para peserta di Pekanbaru, khususnya bagi para pengguna mobil kelas mesin kecil yang mau mendongkrak daya.
"Dyno test kan bukan soal mesin standar dan tidak standar. Kalau pede mau lawan mobil modif, ya silakan. Tadi V8 (Mercedes-Benz GLE 420) on paper saja sudah 300 HP. Kalau mobil yang standar daya mesinnya di bawah 150 HP, mau adu kuat, ya mesti investasi ya," ujarnya.
Boy yang juga menjabat Chief Operation Officer Asia Pacific Car Tuning Association lantas membocorkan info bahwa di Pekanbaru sebenarnya ada mobil drag yang bisa tembus 700 HP, tetapi urung ikut karena ke Jakarta.
Satu langkah menuju final
The Champ atau istilah bagi juara dari para juara pada putaran kedua Black Autobattle 2017 ini sendiri diraih Honda Civic FD One garapan tim Creative dan FO Squad.
Di posisi ketiga ada Toyota Avanza dari klub Platinum, sementara posisi runner-up ditempati Toyota Alphard dari tim Creative dan klub Connection.
Kemenangan ini sendiri memberikan gambaran modifikasi Pekanbaru tumbuh subur di kelas ekstrem dan tidak lagi malu-malu.
"Main warna bunglon sudah ada, marble ada. Variasinya banyak. Jadi kayak awal tahun 2000-an, gayanya banyak yang ekstrem. Wide body-nya enggak malu-malu. Yang belum ada mungkin main warna temp, bisa ubah warna kalau disiram es,” kata Boy.
"Pasti limit, di sana perkembangan audio-nya bagus. Ya mungkin kelas SPL (sound pressure level) agak lemah. Kalau ada pun dari Malang. Namun, soal modif, banyak klub besar di sana. Komunitas drag juga kuat, dan akan turun di dyno test," tambahnya.
"Juri di Bandung, untuk final car audio mungkin dari Filipina atau Bangkok, dari IASCA (International Auto Sound Challenge Association). Untuk modifikasi, Tommy, dari Amerika. Hadiahnya minimal sama dengan sebelumnya, Rp 100 juta. Namun soal acaranya bagaimana, kami belum bisa bocorkan sekarang," tutup Boy.