Jakarta, KompasOtomotif – November 2017 lalu, Mahkamah Agung (MA) memutuskan membatalkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta yang melarang sepeda motor melintas di sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.
Majelis hakim menilai, Pasal 1 Ayat 1 dan 2 Pergub Nomor 195 Tahun 2014 juncto Pasal 3 Ayat 1 dan 2 Pergub Nomor 141 Tahun 2015 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Darmaningtyas, Pengamat Transportasi, sekaligus Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), masuk ke dalam golongan pihak yang tak setuju dengan pencabutan tersebut. Setelah menyebut putusan MA ngawur, dirinya mengomentari juga soal dasar MA membatalkan pergub pelarangan sepeda motor.
Baca juga : Putusan MA Batalkan Pergub Larangan Motor yang Jadi Kabar Baik untuk Anies-Sandiaga
“Kalau dasarnya soal HAM, becak dan bajaj juga seharusnya boleh melewati Jalan Thamrin. Itu kalau dasarnya HAM, karena mereka tentunya juga punya hak yang sama,” ucap Darmaningtyas kepada KompasOtomotif, Selasa (9/1/2017).
Lebih dari itu, kata Darmaningtyas, pembatasan juga bukan hanya untuk sepeda motor tapi juga kendaraan roda empat, melalui penyelenggaraan ERP (Electronic Road Pricing). Di mana proyeknya saat ini masih dalam proses.
“Kalau soal rasa keadilan, itu ada adilnya. Pasalnya yang dilarang bukan hanya sepeda motor tapi mobil juga, dengan rencana penerapan ERP. Hanya permasalahannya tender-nya dibatalin oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), dan pemprov berusaha untuk open tender lagi,” ucap Darmaningtyas.
“Paling penting adalah soal kesemrawutan lalu lintas, di mana sepeda motor itu penyumbangnya diikuti juga dengan angka kecelakaan tinggi,” ucap Darmaningtyas.
Ada Dasarnya
Darmaningtyas menambahkan, kalau Pergub soal pelarangan sepeda motor punya dasar dan sudah dikaji dalam pihak Dinas Perhubungan. Lebih dari itu, landasan hukumnya juga sudah jelas.
“Dari 52 gedung sepanjang jalur pelarangan, yang tidak punya akses jalan alternatif hanya lima gedung, selebihnya itu punya akses alternatif. Artinya larangan sepeda motor tidak menyebabkan akses orang untuk menggunkan sepeda motor tetutup, karena masih ada jalan alternatif,” ujar Darmaningtyas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.