JAKARTA, KOMPAS.com - Saat terjadi kecelakaan lalu lintas (laka lantas), langkah tepat yang harus dilakukan adalah segera melakukan mediasi untuk menemukan solusi terbaik.
Jika memungkinkan, kesepahaman antara korban dan pelaku bisa langsung terwujud, dan persoalan tanggung jawab atau ganti rugi bisa disepakati.
Jika titik temu antara para pihak belum terealisasi, bisa menggunakan jalan tengah dengan mendatangi pihak Polisi selaku aparat penegak hukum, untuk membantu dengan menjadi mediator.
Namun bagaimana jadinya jika ada satu pihak yang tidak bertanggungjawab dan kabur setelah terjadi kecelakaan? Terkait hal ini, pihak Korlantas Polri menjamin jika proses hukum akan tetap berjalan.
Kepala Urusan Administrasi Penindakan Pelanggaran Direktorat Penegakkan Hukum Korlantas Polri, Kompol Mukmin Timoro menjelaskan, orang yang kabur setelah mengakibatkan kecelakaan dianggap sebagai pelaku tabrak lari.
Tidak hanya itu, pengendara yang menjadi pelaku juga akan masuk ke dalam identifikasi Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dijadikan target oleh aparat Kepolisian.
“Kalau kabur dari lokasi kecelakaan, sudah pasti DPO. Atas dugaan tindakan kriminal tabrak lari. Itu (tabrak lari) jatuhnya tindakan kriminal, bukan lagi kelalaian,” kata Mukmin kepada Kompas.com, Minggu (15/10/2023).
Mukmin menambahkan, cepat atau lambatnya proses identifikasi bersifat relatif, tergantung dari data yang sudah terkumpul.
Oleh karena itu, Mukmin menganjurkan pengendara, khususnya mobil, untuk menggunakan dashcam. Aksesori ini diklaim sangat membantu penyelidikan saat kecelakaan.
“Dari situ (rekaman dashcam) kan pelat nomornya langsung kelihatan, jadi bisa langsung diidentifikasi (pelaku tabrak lari),” ucapnya.
Jikalau pengendara tidak memiliki dashcam dan tidak sempat memotret pelat nomor, proses identifikasi DPO akan tetap berjalan, namun tentunya, prosesnya bisa lebih lama.
Adapun terkait ganjaran hukum bagi pelaku tabrak lari, Mukmin memastikan jika ada jeratan sanksi yang sangat berat, berupa pidana penjara maksimal 3 tahun, atau denda maksimal Rp 75 juta.
“Karena ini ranahnya sudah pidana dan tindak kriminal, sanksinya pasti berat. Sudah ada aturannya juga di Undang-undang,” kata dia.
Mukmin merujuk pada Pasal 312 Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), yang secara eksplisit memaparkan dasar hukum bagi pelaku tabrak lari.
Penjelasannya adalah sebagaimana berikut :
Pasal 312 UU LLAJ
"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 75 juta"
https://otomotif.kompas.com/read/2023/10/16/091200815/pengemudi-yang-tabrak-lari-saat-kecelakaan-langsung-jadi-incaran-polisi