SEMARANG, KOMPAS.com - Pengemudi mobil di Indonesia kerap membuat kebiasaan tertentu, salah satunya menyalakan lampu hazard sebagai kode.
Lampu hazard banyak dijadikan isyarat kendaraan berjalan lurus di persimpangan, saat hujan deras di jalan tol, dan bila melintasi terowongan.
Menanggapi hal itu, Founder & Training Director Jakarta Defensive Driving and Consulting Jusri Pulubuhu mengatakan, lampu hazard atau lampu high beam menyilaukan mata. Maka, berbahaya dan mengganggu pengguna jalan yang lainnya.
"Antara kode isyarat dan faktor keamanan di jalan itu berbeda. Tujuannya sama, tetapi risiko bagi pengguna jalan yang lain kan belum diperhitungkan," ucap Jusri kepada Kompas.com, Sabtu, (21/1/2023).
Penggunaan lampu hazard sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) pasal 121. Dijelaskan, lampu hazard hanya digunakan ketika kendaraan berhenti karena beberapa hal yang bersifat darurat seperti mogok.
Berikut aturan jelasnya, "(1) Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Pengemudi Sepeda Motor tanpa kereta samping."
Sesuai peraturan tersebut, penggunaan lampu hazard yang benar adalah digunakan bila kendaraan mogok. Sementara, etika di jalan raya dibuat oleh para pengemudi bukan murni landasan hukum yang tertuang dalam Undang-Undang (UU).
Pada dasarnya, etika tidak tertulis seperti penggunaan lampu dan sebagainya memang sebenarnya untuk berempati antar pengemudi.
Menurut Jusri, jawabannya pun ada yang pro dan kontra. Bila di maknai secara baik, memang bisa membantu pengemudi sebagai kode.
Tapi, kenyataannya tetap berbahaya dan mengganggu visibilitas pengguna jalan yang lainnya.
"Di jalan raya kan juga dibutuhkan saling tenggang rasa. Empati antar pengguna jalan. Bila dipahami, bahaya datang karena silau lampu itu yang membuat fokus terganggu. Jadi membingungkan pengemudi lain," terangnya.
Sony Susmana, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia, mengatakan, konsentrasi di jalan yang terganggu rawan memicu kecelakaan. Kasus lampu hazard sebagai kode membuat manuver kendaraan tidak terbaca oleh pengguna jalan yang lain.
"Itu kan membuat lampu sein kendaraan tidak terbaca. Tiba-tiba mobil berbelok, tapi yang menyala hazard. Risikonya besar. Di jalan tol, terowongan, atau persimpangan bisa menyebabkan kecelakaan," ujarnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/01/21/134200515/saat-lewat-underpass-kenapa-mobil-dilarang-menyalakan-lampu-hazard-