Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pelatihan Safety Riding Belum Dianggap Penting di Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Di berbagai negara, pelatihan mengenai safety riding baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat kerap dilakukan. Sedangkan di Indonesia, pelatihan safety riding kebanyakan hanya dilakukan oleh komunitas dan juga beberapa perusahaan multinasional untuk anggotanya saja.

Menanggapi mengenai pentingnya pelatihan safety riding di Indonesia, Jusri Palubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) mengatakan, saat ini belum ada kompetensi khusus mengenai keterampilan mengemudi di Indonesia.

"Bahwasanya saat mengemudi motor atau mobil, mayoritas dari masyarakat pengguna kendaraan bermotor di Indonesia sampai level terampil itu diperoleh dari pengalaman saja, yang berangkat dari kebiasaan," kata jusri kepada Kompas.com, Minggu (16/12/2021).

Menurut Jusri, keterampilan yang diperoleh hanya sebatas technical skill (Hard skill) yang dipelajari tanpa basis metode belajar-mengajar yang memiliki kurikulum khusus.

"Jadi kalau kita lihat semacam ini, sebenarnya tidak ideal. Padahal ketika kita di jalan raya, kita tidak hanya memerlukan keterampilan tetapi kita memerlukan ketertiban, etika, empati, dan juga kewaspadaan yang itu tidak ada kaitannya dengan keterampilan teknikal tadi," ucapnya.

Karena etika, ketertiban, empati dan lain sebagainya (soft skill) dibutuhkan pengetahuan sehingga pengendara sadar akan hal tersebut.

"Soft skill ini harusnya menjadi perlengkapan bagi pengemudi maupun pengendara yang ada di jalan raya karena jalan raya adalah sebuah ruang publik," kata dia.

"Jadi kalau ditanya perlukah pelatihan, perlu sekali. Ada dua hal yang perlu, pertama adalah technical skill yang menyangkut keterampilan dan pengetahuan yang bertujuan membangun kemampuan kognitif (soft skill)," imbuhnya.

Kemampuan kognitif berguna untuk menghindari emosi di jalan. Pengkajian risiko ini seperti, jika dalam kondisi mabuk atau mengantuk tidak akan mengemudi, jika tidak antre akan terjadi kemacetan, serta tidak melakuakan tindakan yang dapat menimbulkan konflik dan lain sebagainya.

"Sayangnya di sini (Indonesia) infrastrukturnya belum ada, kedua metode ajar-mengajarnya pun juga belum ada kurikulum yang pasti," ucap Jusri.

Menurut Jusri, pelatihan safety riding di Indonesia karena tidak diatur oleh hukum sehingga siapapun yang dianggap senior boleh mengajar. Berbeda dengan luar negeri yang harus memiliki standar dan sertifikasi khusus untuk mengajar.

"Keterampilan yang dibutuhkan di jalan lebih ke keterampilan soft skill, karena kita di ruang publik, dimana ada banyak orang memiliki beragam karakter dan belum lagi kondisi infrastruktur lingkungan yang bisa menimbulkan sesuatu yang tidak diharapkan seperti, emosional, berantem, serobotan, kebut-kebutan, dan lain lain," ucapnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh pereli nasional Rifat Sungkar.

"Baru saja kami bicara sama kepolisian, tingkat kecelakaan sangat tinggi. Ilmu berkendara lebih banyak dari vokasi atau jalur pengalaman hidup bukan akademisi. Padahal kesadaran berkendara bisa didapat dari edukasi. Saya menyarankan kepada mereka pendidikan safety riding sejak usia dini bahkan SD," kata Rifat.

Rifat menambahkan, di Inggris anak kelas 1 SD sudah diajarkan cara berjalan di trotoar. Kelas 3 SD bisa membimbing anak kelas 1 SD berjalan di trotoar.

Sedangkan di Indonesia keselamatan berkendara yang tidak diketahui adalah siapa prioritas di jalan raya.

"Di luar negeri orang menyeberang diprortitaskan, kedua adalah sepeda dan ketiga motor. Di sini hukum rimba, siapa yang kuat yang menang, bukan yang prioritas," ucapnya.

Menurutnya safety riding merupakan bagaimana cara kita memahami ajaran lalu lintas yang berlaku untuk mendapatkan toleransi berlalu lintas, bis disebut dengan soft skill.

https://otomotif.kompas.com/read/2021/12/27/182100915/pelatihan-safety-riding-belum-dianggap-penting-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke