Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sanksi bagi yang Nekat Mudik, Tilang hingga Denda Rp 100 Juta

JAKARTA, KOMPAS.com - Larangan mudik yang digulirkan oleh pemerintah merupakan upaya pencegahan penyebaran virus corona agar tidak semakin meluas dan bisa segera ditangani.

Larangan ini tidak serta-merta mencegah pemudik yang pulang ke kampung halamannya.

Namun, dalam pelaksanaannya di lapangan, ada berbagai sanksi yang bisa dijatuhkan kepada para pemudik nekat seperti tertuang dalam Permenhub Nomor 25 Tahun 2020.

Berikut ragam sanksi yang bisa dijeratkan kepada pelanggar

Putar balik

Meminta pengemudi kendaraan yang hendak mudik agar putar balik ke daerah asal menjadi sanksi yang paling sering diberikan kepada pelanggar.

Ada puluhan ribu kendaraan yang sudah dipaksa putar balik karena kedapatan hendak pulang ke kampung halamannya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, meminta pengemudi agar putar balik juga sudah merupakan sanksi yang cukup berat.

“Putar balik itu juga termasuk sanksi yang cukup berat, mereka diminta kembali ke daerah asalnya,” kata Yusri kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.

Tilang

Pemberian bukti pelanggaran (Tilang) kepada pengemudi yang melanggar Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tengah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) saat penerapan larangan mudik.

Dirlantas Polda metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, bahwa
di dalam Permenhub nomor 25 tahun 2020 disebutkan bahwa ketentuan (penindakan) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

“Jadi tidak mengacu pada Undang-Undang secara khusus, bisa saja Undang-Undang tentang lalu lintas, bisa saja tentang kesehatan tergantung jenis pelanggarannya,” kata Sambodo saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/5/2020).

Penjara 2 bulan atau denda Rp 500.000

Sanksi ini dijatuhkan kepada para sopir travel ilegal yang nekat menyelundupkan pemudik agar bisa pulang ke kampung halamannya.

Para sopir tersebut tidak hanya melanggar larangan mudik, tetapi juga melanggar perizinan operasional kendaraan.

Mengingat, kendaraan yang digunakan untuk mengangkut penumpang merupakan kendaraan pribadi yang tidak diperuntukkan untuk penumpang.

“Kalau untuk travel gelap bisa dikenakan pasal 308 UU No.22/2009 tentang LLAJ, pengemudi terancam hukuman pidana maksimal dua bulan atau denda maksimal Rp 500.000,” ujar Dirlantas Polda Metro Jaya.

Pencabutan izin operasional

Selain travel ilegal, tidak sedikit transportasi umum yang nekat mengangkut penumpang untuk mudik.

Sanksi yang bisa dikenakan bagi kendaraan pun tidak ringan yakni hingga pencabutan izin operasional.

Kepala Bidang Pengendalian dan Operasional (Dalops) Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Edi Sufaat mengatakan, kendaraan bakal dicabut izin operasinya dan dikenakan sanksi hukum.

"Adanya aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan larangan mudik, tidak menggugurkan aturan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jadi tetap kita tindak sesuai aturan tersebut," katanya dalam diskusi virtual, Rabu (6/5/2020).

Artinya, Dia menambahkan, kendaraan bersangkutan akan dilakukan pengecekan buku pengujian kendaraan bermotor (kir) dan administrasinya (STNK hingga SIM).

Ketika ditemukan mobil tidak punya izin operasi atau laik jalan, maka petugas akan menyetop operasinya.

Denda Rp 100 juta

Sanksi berupa denda Rp 100 juta dan atau penjara satu tahun merupakan yang terberat dalam penerapan larangan mudik tahun ini.

Pelanggar yang bisa dijerat dengan denda ini memiliki kriteria khusus dan dikenakan pada setiap pelanggar.

Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, denda Rp 100 juta ini menjadi opsi yang paling akhir dalam penindakan.

“Ada kriterianya seperti mobil yang digunakan tidak menerapkan aturan PSBB, kemudian saat diminta putar balik malah melawan petugas itu yang bisa dikenakan denda Rp 100 juta,” ucapnya.

https://otomotif.kompas.com/read/2020/05/09/110200915/sanksi-bagi-yang-nekat-mudik-tilang-hingga-denda-rp-100-juta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke