JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana Wakil Ketua Komisi V DPR RI Nurhayati Monoarfa untuk membatasi sepeda motor agar tak melintas di jalan nasional mendapat respons positif dari pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata (Unika), Djoko Setijowarno.
Menurut Djoko, wacana ini harus direalisasikan dalam bentuk nyata karena bukan hanya berkaitan dengan kesemrawutan lalu lintas, melainkan juga erat dengan masalah keselamatan.
"Saya pribadi sangat mendukung kebijakan ini, terutama bagi motor-motor yang berkapasitas kecil. Harusnya wacana ini didorong untuk bisa masuk ke revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009," ujar Djoko saat dihubungi Kompas.com, Minggu (23/2/2020).
Menurut Djoko, bila sudah dimasukkan ke dalam undang-undang, pembatasan motor untuk melintas di jalan nasional akan memiliki landasan hukum yang kuat. Bukan hanya menjadi sekadar regulasi daerah semata, melainkan juga nasional.
Dengan adanya regulasi tersebut, menurut Djoko, akan memiliki dampak yang kuat dan efektif terkait masalah keselamatan berkendara.
Salah satunya membuat pemilik tak lagi menggunakan motor untuk berpergian jarak jauh, bahkan bisa menekan tradisi mudik menggunakan motor karena harus melintas jalan nasional di beberapa daerah.
"Kebijakan tersebut akan menekan jumlah kecelakaan lalu lintas, kita tahu data menunjukkan, hampir 80 persen kecelakaan didominasi roda dua. Dengan adanya kebijakan tadi bisa menekan karena membuat orang tak bisa lagi menggunakan motor untuk jarak jauh," kata Djoko yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.
Tak hanya itu, Djoko juga ikut menyinggung agar aturan mengenai spesifikasi teknis dari kendaraan bermotor dipegang oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), bukan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
"Harusnya dipegang oleh yang kompeten, industri hanya soal izin dan produksi saja. Dengan teknis di Perhubungan, maka mereka akan lebih memikirkan dampaknya seperti apa bila membuat teknis atau persyaratan, contoh soal ketentuan kapasitas motor yang kecil saat ini yang sudah menjamur," kata Djoko.
Sebelumnya, Nurhayati melontarkan pendapat pembatasan motor di jalan nasional ketika memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar, terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) serta RUU Revisi Nomor 38 Tahun 2204 tentang Jalan.
Menurut Nurhayati, bila berkaca dari sejumlah jalan nasional pada beberapa negara, contohnya seperti China, tidak ada motor yang melintas di ruas jalan nasional. Terkecuali motor yang memiliki kapasitas mesin 250 cc.
"Itu mungkin yang harus kita atur kendaraan roda dua ini. Di area mana sajakah yang boleh roda dua untuk melintas. Yang pasti, jika berkaca dari jalan nasional di seluruh dunia, tidak ada roda dua melintas. Di mana pun, di seluruh dunia, kecuali di atas 250 cc," kata Nurhayati yang disitat dari laman dpr.go.id, Jumat (21/2/2020).
"Di jalan kabupaten, kota, provinsi juga tidak ada. Tetapi, adanya di jalan-jalan perumahan atau di jalur-jalur yang memang tidak dilintasi kendaraan umum. Itu yang mungkin akan kita atur dalam undang-undang," kata dia.
Awal timbul wacana
Nurhayati Monoarfa mewacanakan mengatur jumlah kendaraan dengan cara pembatasan kepemilikan, termasuk untuk sepeda motor.
Lebih spesifiknya, Nurhayati berpendapat bahwa cukup penting untuk diberlakukan aturan mengenai area mana saja yang diperbolehkan bagi motor untuk melintas. Artinya, bisa saja ruang gerak motor nantinya akan dibatasi kembali.
Pendapat ini dilontarkan ketika memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar, terkait masukan Penyusunan Rancangan Undang-Undang Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) serta RUU Revisi Nomor 38 Tahun 2204 tentang Jalan.
Menurut Nurhayati, bila berkaca dari sejumlah jalan nasional pada beberapa negara, contohnya China, tidak ada motor yang melintas di ruas jalan nasional. Terkecuali motor yang memiliki kapasitas mesin 250 cc.
"Itu mungkin yang harus kita atur kendaraan roda dua ini. Di area mana sajakah yang boleh roda dua untuk melintas. Yang pasti, jika berkaca dari jalan nasional di seluruh dunia, tidak ada roda dua melintas. Di mana pun, di seluruh dunia, kecuali di atas 250 cc," kata Nurhayati yang disitat dari laman dpr.go.id, Jumat (21/2/2020).
Meski demikian, Nurhayati juga menegaskan bahwa wacana pembatasan kepemilikan serta pengaturan area lintas tidak serta-merta melarang penggunaan kendaraan roda dua atau motor. Dia mengaku tak menutup mata akan pentingnya motor bagi masyarakat luas.
Oleh sebab itu, dia mengungkapkan hanya akan mewacanakan pengaturan pembatasan kepemilikan kendaraan roda dua serta pengaturan area kendaraan roda dua dengan tetap mengakomodasi kendaraan roda dua bagi masyarakat.
"Tidak adanya roda dua pun akan menyulitkan masyarakat luas. Di tempat-tempat seperti Jakarta, mungkin tidak menjadi masalah karena kendaraan umum sudah baik, tapi di daerah mungkin agak kesulitan kalau kendaraan roda dua tidak diakomodir. Tetapi, area di mana kendaraan roda dua bisa melintas mungkin itu yang bisa kita atur," kata Nurhayati.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/02/24/072200315/wacana-pembatasan-motor-di-jalan-nasional-terus-dibahas