JAKARTA, KOMPAS.com - Bus Sriwijaya jurusan Bengkulu yang hendak menuju Palembang mengalamai kecelakaan tunggal.
Bus yang diduga membawa 50 penumpang tersebut masuk ke jurang yang berada di Likung Lematang, Kecamatan Dampo Selatan, Kota Pagaralam, Sematera Selatan, Senin (23/12/2019) malam.
Korban meninggal yang dikabarkan sebelumnya mencapai 24 orang, bertambah menjadi 26 dan 14 lainnya mengalami luka-luka.
Walau sampai saat ini belum ada dugaan apapun soal penyebabnya, namun Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, mengatakan melihat dari kondisi geografisnya memang lokasi kejadian memiliki kontur medan yang cukup terjal dan berbahaya.
"Beberapa kemungkinan bisa saja terjadi, seperti sopir yang lelah dan hilang kewaspadaan atau masalah klasik seperti rem blong dan lainnya, tapi memang perlu langkah investigasi. Untuk kondisi jalur, kebetulan saya pernah melewatinya dengan sepeda motor, dan itu memang berliku dan berbahaya," ucap Jusri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/12/2019)
Jusri menjelaskan, secara kondisi jalan di lokasi kejadian memang sangat berkelok dan bertepian dengan jurang-jurang yang cukup dalam. Karena itu, beberapa dugaan-dugaan klasik penyebab kecelakaan pada bus, seperti sopir yang kelelahan, rem blong, dan ban pecah patut untuk dicurigai sebagai indikasi awal.
Namun terlepas dari apapun nanti penyebabnya, dengan catatan korban meninggal dunia hingga puluhan orang, Jusri mengatakan sudah seharusnya mendapat atensi penuh di semua kalangan, terutama pemerintah, baik pusat maupun daerah. Apalagi momennya bertepatan dengan libur Natal dan Tahun Baru.
"Sebenarnya bisa dibilang ini kejadian klasik, dalam arti sering terjadi atau berulang-ulang. Tapi kali ini memang tragedi yang tidak enak sekali, bisa dibilang mungkin ini menjadi kado hitam Natal bagi stakeholder angkutan penumpang di Indonesia dan harus mendapat atensi yang besar dari pemerintah pusat dan daerah agar tidak terulang kembali," ujar Jusri.
Dari segi pemerintah pusat, sudah pasti merujuk pada regulator soal perizinan dan aturan main kelayakan operasi dari sebuah bus AKAP. Sementara dari pemerintah daerah, mungkin bisa berupa soal kondisi jalan dan perangkat keselamatannya.
Menguktip dari salah satu keterangan korbang yang selamat, mengatakan bila bus tersebut sempat berkendara cukup kencang.
Ketika kejadian bus terjun bebas ke jurang, penumpang bermentalan. Kondisi ini bisa dipastikan bila bus tersebut tak ada perangkat keselamatan layaknya safety belt untuk menahan tubuh saat terjadi benturan.
Safety Belt
Menanggapi hal ini, Jusri menjelaskan bila sudah seharusnya angkutan umum jarak jauh seperti bus AKAP, dilengkapi safety belt. Perangkat keselamatan tersebut sudah menjadi salah satu standar internasional yang banyak diterapkan di negara maju layaknya Amerika dan Eropa dan Jepang.
"Kalau di luar negeri bahkan sosialisasi untuk masyarakatnya sudah sampai bagaimana mencari bus untuk perjalanan jauh yang memiliki perangkat keamanan, atau bus yang aman untuk ditumpangi. Sementara untuk Indonesia, mungkin sampai saat ini belum menjadi suatu keharusan, hanya baru pada mobil penumpang kecil atau pribadi saja," ucap Jusri.
"Tapi adanya safety belt ini juga harus diperhatikan dari sisi penumpangnya, perlu sosialisasi yang kuat tidak hanya sekadar menyediakan saja. Selain itu juga perlu adanya standar pengawasan soal safety driving sopir dan kelayakan bus yang terpantau, jadi istilahnya penumpang juga tidak beli kucing dalam karung saat akan berpergian," kata dia.
Meyikapi hal ini, secara terpisah, Direktur Sarana Transportasi Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Sigit Irfansyah, menjelaskan dalam regulasi yang baru sudah ada kententuan bus AKAP baru dari koroseri wajib dilengkapi sabuk pengaman di tiap kursi penumpangnya.
Namun untuk kejadian pada Bus Sriwijaya tersebut, memang belum diketahui secara pasti apakah sudah dilengkapi atau belum.
"Harusnya sudah dilengkapi, karena dalam semua rancang bangun kami di PM 33 tahun 2018 itu sudah harus ada safety belt, tapi karena saya belum tahu ini bus baru atau tahun berapa jadi harus tunggu informasi lebih dulu. Untuk aturan di PM sebelumnya sudah tercantum atau belum juga harus dicek dulu," ucap Sigit.
Namun Sigit juga menjelaskan bila dari beberapa kasus kecelakaan bus yang menyebabkan korban meninggal dunia, bukan hanya karena ada atau tidaknya sabuk pengaman, tapi ada faktor lainnya juga. Mulai dari penumpang yang patuh dan mengeri untuk menggunakan safety belt, sampai masalah jok yang terlepas dari barisnya.
"Bersama dengan KNKT kami pernah melakukan investigasi kecelakaan bus, kebetulan bus tersebut sudah dilengkapi safety belt, tapi tidak digunakan penumpangnnya. Lalu yang kedua itu pegangan jok pada bus yang lepas saat terjadi benturan, ini biasanya karena dua faktor, pertama akibat sering dipindah-pindah dan lupa untuk mengencangkan atau memang karena sudah korosi," ujar Sigit.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/12/24/150100615/bus-sriwijaya-kado-natal-yang-hitam-untuk-angkutan-penumpang-indonesia