Ketimbang untung banyak dengan memanfaatkan biaya produksi lebih murah di China, Volvo memutuskan untuk tetap merakit model baru XC90 di Gothenburg. Kelahiran model termewah Volvo ini, merupakan salah satu hasil dari investasi jangka pendek empat tahun, senilai 75 miliar krona (Rp 126,13 triliun) di negara asalnya.
"Jika para insinyur hanya duduk di laboratorium dan kehilangan koneksi dengan kegunaan mobil sehari-hari, produk yang dihasilkan tidak akan maksimal. Para insinyur wajib mengalami sendiri mobil itu," jelas Hakan Samuelsson, CEO Volvo dilansir Autonews Europe (26/8/2014).
Strategi ini bisa terbilang cukup berisiko. Pasalnya, kondisi Volvo saat ini masih hanya sepertiga dari merek premium lain, seperti BMW. Juga masih berjibaku dalam persaingan teknologi, pada waktu yang bersamaan membayar pekerja lokal Swedia yang mahal.
Di Swedia, para pekerja di pabrik mendapat bayaran 62 dollar AS (Rp 724.000) per jam. Nilai ini jauh di atas rata-rata pekerja negara manapun di dunia, kecuali Jerman.
Sementara di sisi lain, Volvo bertaruh banyak dengan kelahiran XC90 dan berharap bisa mengejar target penjualan total perusahaan (semua model) hingga 800.000 unit pada 2020. Target ini sekaligus memberi ujian yang cukup berat bagi perusahaan berdarah setengah China ini. Tahun lalu, penjualan Volvo tercatat 427.840 unit dan 2014 diharapkan naik 10 persen.
Untuk merakit model baru ini, Volvo berencana membuka lowongan bagi 500 pekerja baru, guna membantu lini produksi pada shift tiga di Gothenburg. Juga ada tambahan 300 pekerja lain mengisi karyawan di kantor. Kapasitas produksi Volvo juga naik 50 persen di pabrik Torslanda menjadi 300.000 unit per tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.