Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapan Toyota dan Wuling soal Draf Perpres Kendaraan Listrik

Kompas.com - 29/03/2019, 07:02 WIB
Stanly Ravel,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahap final Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Kendaraan Listrik, rupanya hanya berpihak pada kendaraan listrik berbasis baterai (Bettery Electric Vehicle/BEV). Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa pemberiaan insentif bagi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai yang selanjutnya disebut KBL.

Mulai dari insentif pajak yang membuat KBL bebas dari pajak tahunan, sampai insentif lainnya bagi sektor industri, layaknya keringanan atau pembebasan impor kendaran atau komponen KBL, baik dalam bentuk completley knocked-down (CKD) atau incompletely knock-down (IKD).

Menanggapi kabar ini, Executive General Manager PT Toyota Astra Motor (TAM) Fransiscus Soerjopranoto, mengatakan, belum bisa banyak bicara, tapi mengenai adanya insentif sendiri dinilai sebagai suatu langkah yang bagus.

Baca juga: Bocoran Draf Terakhir Program Percepatan Kendaraan Listrik Indonesia

"Harus dipelajari dan dipahami dulu, tapi kalau mengenai adanya insentif bebas pajak itu menjadi terobosan yang sangat bagus. Ini bisa menjadi gimmick, bisa di buat dari hulu sampai ke hilir seperti tax holiday. Harapannya pemerintah jangan tanggung-tanggung memberikan insentif," ujar pria yang akrab disapa Soerjo saat dihubungi Kompas.com, Kamis (28/3/2019).

Mengenai penerapan level tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang dilakukan secara bertahap, menurut Soerjo juga menjadi hal yang baik untuk diterapkan. Karena bisa menjadi pemicu awal untuk membangun industri kendaraan listrik.

Charging station milik BPPT untuk kendaraan listirik.stanly Charging station milik BPPT untuk kendaraan listirik.

Seperti diketahui, ketentuan TKDN dalam rancangan Perpres dibagi dalam beberapa tahapan, artinya produsen tidak dituntut langsung memproduksi kendaraan listrik dengan kandungan komponen lokal yang tinggi. Untuk tahap awal bagi mobil minimumnya 35 persen dalam periode 2019-20121, setelah itu naik menjadi 80 hingga 2025.

"Hal ini menunjukan pemerintah memberikan waktu bagi semua agen tunggal pemegang merek (ATPM) untuk berbenah. Cukup baik, sama seperti saat akan mengimplementasikan Euro IV beberapa waktu lalu," kata Soerjo.

Namun untuk ketentuan berbasis listrik penuh, menurut Soerjo memang selalu menjadi pertentangan, terutama mengenai masalah kesiapan. Kondisi ini diakui bukan hanya bagi Toyota, tapi juga para ATPM lain yang memiliki produk mobil listrik. Ujungnya, Soerjo menilai bahwa sebelum KBL, baiknya diawali dengan plug-in hybrid electric vehicel (PHEV).

Baca juga: Mobil Listrik di Indonesia Bebas Pajak Tahunan

"Kita sama-sama tahu kalau ini selalu jagi pertentangan, seperti telur dan ayam, mana lebih dulu, apakah kendaraanya atau infrastrukturnya. Kalau dari kami sendiri melihat produk PHEV bisa menjawab, karena selama belum ada charging station masih bisa menggunakan bahan bakar minyak (BBM)," ucap Soerjo.

Mobil listrik Wuling E100 di GIIAS 2018.KOMPAS.com / GHULAM M NAYAZRI Mobil listrik Wuling E100 di GIIAS 2018.
Senada dengan Soerjo, Brand Manager Wuling Motors Indonesia Dian Asmahani, juga belum mau memberikan berkomentar banyak. Menurut Dian, pihaknya akan lebih dulu melihat regulasi resmi yang sudah benar-benar diputuskan pemerintah.

"Dilihat dulu akan seperti apa sebenarnya, setelah itu kami baru menentukan action-nya. Yang jelas secara platform kami sudah punya dan dijual massal di China, jadi dari teknologi sendiri sudah mamadai. Saat ini kami masih lebih fokus ke produk yang sudah ada dan yang baru kemarin diluncurkan (Almaz)," ujar Dian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com