Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Frekuensi Tinggi Kecelakaan Angkutan Barang: Apa Penyebabnya?

Kompas.com - 27/05/2025, 11:42 WIB
Muhammad Fathan Radityasani,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kecelakaan yang melibatkan angkutan barang di Indonesia masih kerap terjadi.

Mirisnya, kejadian tersebut membuat banyak pihak dirugikan, mulai dari korban di jalan hingga keterlambatan barang yang diantar.

Biasanya, perusahaan angkutan barang memiliki standar pemeriksaan sebelum truk digunakan.

Baca juga: Modifikasi Bus dan Truk, Jadi Tanggung Jawab Pemilik dan Sopir

Kemenhub tinjau lokasi kejadian kecelakaan truk di Tol CipularangKEMENHUB Kemenhub tinjau lokasi kejadian kecelakaan truk di Tol Cipularang

Namun, temuan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan bahwa pemeriksaan tersebut sering kali dilakukan secara asal-asalan.

Ahmad Wildan, Senior Investigator KNKT, menjelaskan bahwa kadang ada perusahaan yang percaya diri dengan memperlihatkan berbagai formulir pemeriksaan, mulai dari preventive inspection hingga daily inspection.

"Dibilang kendaraan diperiksa setiap hari, pas saya cek, too much information. Sampai timing belt dan oli gardan diperiksa setiap hari, ini kapan berangkatnya?" ucap Wildan di Jakarta belum lama ini.

Baca juga: Tragedi Isuzu Elf: Kecelakaan Akibat Kurangnya Pengetahuan Sopir

Wildan mengatakan bahwa ada perusahaan dengan ratusan unit, tetapi mekanik yang memeriksa hanya satu orang.

Ketika ditanya tentang hal sederhana seperti mengecek kebocoran angin, mereka tidak tahu caranya, sehingga pemeriksaan hanya dilakukan dengan cara centang saja.

"Kadang perusahaan punya prosedur, SOP, dan formulir, tetapi tidak berjalan. Karena apa? Yang membuat bukan orang lapangan, tetapi orang yang pintar, kuliah tinggi, sehingga semua hal normatif ditulis. Apa dijalankan? Bukan urusan," kata Wildan.

Masalahnya ada di situ: ada SOP pemeriksaan, tetapi tidak tepat apa yang diperiksa dan caranya.

Seperti kasus lain, ada perusahaan yang bannya sering terkelupas, dan yang disalahkan adalah vulkanisir, padahal bukan itu satu-satunya masalah.

"Ternyata masalahnya adalah tekanan udara ban yang banyak yang kurang. Prosedur pemeriksaan ada, tetapi ketika ditanya cara periksanya, tidak ada alat sama sekali, cuma dipukul-pukul," kata Wildan.

Wildan berharap, ketika ada kecelakaan, standar prosedur yang dikerjakan perlu direview kembali, apakah sudah benar atau belum.

Bisa jadi, kecelakaan dapat dicegah dengan perubahan cara mengecek kendaraan sebelum berangkat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau