SEMARANG, KOMPAS.com - Kebijakan Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) menjadi pembahasan pada diskusi publik bertajuk “Kebijakan Opsen PKB dan Perekonomian Daerah” yang digelar Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) pada Jumat (25/4/2025).
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian RI, Mahardi Tunggul Wicaksono, menekankan bahwa kebijakan pajak daerah harus disusun secara cermat agar tidak berdampak negatif terhadap dinamika perekonomian lokal.
“Jika kebijakan pajak ditetapkan secara tepat, maka akan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sebaliknya, jika tidak hati-hati, justru bisa menghambat geliat ekonomi, termasuk sektor industri pendukungnya,” ujar Mahardi dalam siaran resmi yang Kompas.com terima, Jumat (25/4/2025).
Baca juga: Cek Simulasi Perhitungan Opsen Pajak Kendaraan
Kekhawatiran serupa juga disampaikan Direktur Eksekutif KPPOD, Herman N. Suparman.
Dampak opsen tidak hanya dirasakan oleh masyarakat umum yang harus menanggung kenaikan beban pajak, tetapi juga oleh ekosistem industri otomotif yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
“Kami mencatat, pasca implementasi UU HKPD dan skema opsen, sebanyak 28 provinsi mengalami kenaikan tarif PKB. Ini tentu memberikan tekanan, baik bagi konsumen maupun pelaku industri. Kebijakan ini harus mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kemampuan fiskal daerah agar tidak melemahkan daya saing,” kata Herman.
Baca juga: Ingat, SIM Mati 1 Hari Saja Tidak Bisa Diperpanjang, Harus Bikin Baru
Sementara itu, Kepala Bidang Pajak Kendaraan Bermotor Bapenda Provinsi Jawa Tengah, Danang Wicaksono, menyampaikan bahwa pihaknya telah menetapkan tarif opsen sebesar 1,05 persen dengan mempertimbangkan stabilitas keuangan daerah.
“Dalam penetapan tarif ini, kami libatkan masukan publik. Selain itu, kami juga memberikan insentif fiskal, misalnya pengurangan 70 persen PKB tahun pertama untuk kendaraan bermotor yang dimutasikan dari luar Jawa Tengah ke Jawa Tengah,” kata Danang.
Namun, di sisi lain, hasil kajian menunjukkan adanya potensi tekanan ekonomi akibat kenaikan beban pajak tersebut.
Peneliti LPEM FEB UI, Riyanto, mengungkapkan bahwa dampak opsen bisa jauh melampaui ekspektasi jika tidak diiringi implementasi yang cermat.
“Ini ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga, di Jawa Tengah bebannya naik, realitanya penjualan otomotif nasional turun dalam sepuluh tahun terakhir. Di Jawa Tengah saja, kenaikan pajak kendaraan bermotor bisa mencapai 48 persen. Itu lebih tinggi dibandingkan Thailand. Kami hitung, harga mobil baru bisa naik hingga 6,2 persen. Dengan elastisitas -1,5, penjualan mobil bisa turun 9,3 persen. Jadi ini bukan sekadar regulasi, tapi implementasi yang harus benar-benar dikawal,” kata Riyanto.
Lebih lanjut, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Akhmad Syakir Kurnia, menegaskan bahwa dalam konteks kebijakan publik, terminologi ‘untung-rugi’ tidak seharusnya menjadi acuan utama.
“Tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Opsen harus dilihat sebagai insentif untuk mendorong pemerintah kabupaten/kota menerapkan prinsip perpajakan yang adil, pasti, nyaman, dan efisien,” kata Akhmad.
Sejumlah pengusaha otomotif meminta relaksasi kebijakan opsen di Jawa Tengah, seperti yang telah dilakukan di beberapa provinsi lain, termasuk Jawa Barat.
Sekretaris I Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), Eddy Sumedi, menuturkan bahwa opsen menjadi tambahan beban baru yang memicu persoalan baru, termasuk kekhawatiran akan turunnya penjualan otomotif nasional.
“Kami khawatir opsen ini memengaruhi kinerja penjualan karena daya beli masyarakat juga sedang turun. Suku bunga bank pun belum turun. Harapannya, kebijakan ini bisa dievaluasi ulang agar tidak menjadi hambatan tambahan bagi industri,” kata Eddy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.