Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Otomotif Masuk Zona Resesi, Picu Gelombang PHK

Kompas.com - 23/04/2025, 07:02 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri otomotif nasional tengah menghadapi tantangan serius. Dalam dua kuartal terakhir, penjualan kendaraan roda empat atau lebih terus menunjukkan tren negatif, suatu sinyal yang tidak bisa lagi dianggap sebagai perlambatan semata.

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sepanjang kuartal I/2025 total penjualan mobil nasonal secara wholesales melambat 4,7 persen jadi 205.160 unit dari sebelumnya 215.250 unit year-on-year (yoy).

Sementara penjualan ritel terkontraksi lebih dalam sebesar 8,9 persen dari 231.027 unit ke 210.483 unit yoy.

Baca juga: Penjualan Mobil Nasional Terpuruk Kuartal I/2025

Ilustrasi penjualan mobilKOMPAS.com/STANLY RAVEL Ilustrasi penjualan mobil

Kondisi tersebut melanjutkan tren penurunan yang terlihat sejak kuartal IV/2024, di mana wholesales minus 7 persen menjadi 232.063 unit sedangkan penjualan ritel anjlok 7,7 persen yoy.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan data itu secara jelas menggambarkan industri otomotif sedang mengalami perlambatan biasa. Apalagi, sektor ini menjadi salah satu indikator ekonomi Indonesia dengan porsi hampir 19 persen.

"Pasar kendaraan bermotor yang sedang turun memang indikator pra-resesi ekonomi, apalagi sampai mengalami kontraksi. Artinya, memang daya beli masyarakat sedang lesu dan lebih fokus memenuhi kebutuhan pokok dibandingkan cicilan kendaraan ataupun membelinya," katanya kepada Kompas.com, Senin (21/4/2025).

"Bahkan pasar mobil bekas juga sekarang sebenarnya sangat turun menjelang Lebaran 2025 kemarin," ujar Bhima.

Dengan kondisi itu, dikhawatirkan akan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang besar. Mengingat rantai pasok industri otomotif melibatkan lebih dari 1,5 juta tenaga kerja.

Baca juga: Pelanggaran Lalu Lintas yang Bisa Terekam Kamera ETLE di Jabar

OLXmobbi memiliki lebih dari 30 store dan inspection center yang tersebar di 10 kota besar Indonesia. dok. OLXmobbi OLXmobbi memiliki lebih dari 30 store dan inspection center yang tersebar di 10 kota besar Indonesia.

Sementara itu, Pengamat Otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu berpendapat tekanan utama datang dari kombinasi faktor ekonomi makro berupa suku bunga kredit yang tinggi, kenaikan PPN 12 persen dan opsen pajak, serta pelemahan daya beli dari masyarakat.

"Lebih dari 80 persen pembelian kendaraan di Indonesia dilakukan melalui pembiayaan. Ketika bunga naik, pajak naik, konsumen menunda pembelian. Ini dampaknya langsung terasa," kata dia.

"Ditambah dengan proyeksi pertumbuhan yang cukup suram cenderung negatif, menunjukkan pasar otomotif kita tidak sekadar mengalami perlambatan temporer melainkan terjebak dalam fase kontraksi struktural," lanjut Yannes.

Efek Domino dalam Ekosistem Industri

Penurunan penjualan mobil bukan hanya berdampak pada produsen otomotif, tetapi menciptakan efek domino ke seluruh ekosistem.

Bhima menyampaikan, dengan kondisi yang tidak kunjung membaik dikhawatirkan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Mengingat rantai pasok industri otomotif melibatkan lebih dari 1,5 juta tenaga kerja.

"Kita tau, sektor otomotif ini selain menjadi indikator ekonomi juga terkait dengan lapangan pekerjaan. Porsi industri otomotif di manufaktur cukup besar, termasuk pada suku cadang kendaraan bermotor. Sehingga yang dikhawatirkan akan memacu gelombang PHK di sektor otomotif," ucap dia.

Baca juga: Pembangunan Pabrik BYD Indonesia di Subang Diganggu Ormas

Daihatsu meresmikan pabrik baru Karawang Assembly Plant 2 di Kawasan Industri Surya Cipta, Karawang Timur, Jawa Barat, Kamis (27/2/2025).dok.ADM Daihatsu meresmikan pabrik baru Karawang Assembly Plant 2 di Kawasan Industri Surya Cipta, Karawang Timur, Jawa Barat, Kamis (27/2/2025).

Selain itu, Agen Pemegang Merek (APM) yang memiliki basis produksi di dalam negeri juga akan menghadapi tekanan untuk mengevaluasi kembali strateginya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau