SOLO, KOMPAS.com - Kecelakaan yang melibatkan truk over dimension dan over loading (ODOL) masih saja terjadi. Terbaru, di gerbang Tol Ciawi 2, Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/2/2025) tengah malam.
Kecelakaan ini dipicu oleh truk bermuatan galon air minum yang mengalami gagal fungsi pengereman dan menabrak sejumlah mobil yang sedang melakukan transaksi pembayaran tol.
Kecelakaan seperti ini semakin menegaskan bahwa upaya penerapan zero ODOL sangat diperlukan, akan tetapi masih saja sulit untuk dilaksanakan.
Baca juga: Bus Baru PO Luthansa, Varian Legacy SR3 Mesin Depan Paling Mewah
Budiyanto, pemerhati masalah transportasi dan hukum, mengatakan, zero ODOL atau meniadakan pelanggaran kendaraan dengan muatan berlebih ini sulit untuk diberantas karena ada tarik menarik kepentingan antara perindustrian, perdagangan dan perhubungan.
“Zero ODOL ditargetkan dari mulai tahun 2021 tapi sampai sekarang belum bisa terealisasi. Tarik menarik kepentingan. Saya anggap mengabaikan beberapa variabel yang berkaitan dengan keselamatan di jalan,” kata Budiyanto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (6/2/2025).
Budiyanto mengatakan, pelanggaran ODOL ini mengakibatkan umur jalan mengalami penurunan batas normal.
“Kecelakaan akibat obesitas (angkutan barang) sangat sering terjadi karena dengan muatan yang melebihi batas maksimal komponen mobil tidak dapat bekerja secara normal, misalnya sistem rem,” ucap Budiyanto.
Menurut Budiyanto, dalam kasus ini faktor keselamatan diabaikan, pemangku kepentingan hanya berpikir apabila zero ODOL betul-betul diberlakukan maka biaya logistik tinggi dan akan menjadi beban para pengusaha angkutan barang.
Baca juga: Kecelakaan di GT Ciawi 2, Menteri PU Soroti Dampak Buruk Truk ODOL
“Orientasi hanya berpikir profit oriented semata dengan mengabaikan faktor keamanan dan keselamatan. Para menteri yang terkait belum mampu memberikan solusi yang tegas terhadap obesitas truk angkutan barang,” kata Budiyanto.
Menurut Budiyanto, top leader dalam hal ini presiden harus turun tangan untuk mengoreksi dan memimpin sampai memberikan kebijakan zero ODOL hingga dapat terealisasikan.
“Jangan kemudian menunggu kerusakan jalan makin parah, fatalitas laka lantas meningkat dan ancaman keselamatan dan keamanan meningkat di jalan. Perlu ada political will yang kuat dari pemerintah pusat dibantu jajaran teknis di bawahnya, seperti kementrian perindustrian, perdagangan dan perhubungan,” ucapnya.
Budiyanto mengatakan ini sudah waktunya meski terlambat untuk melakukan zero ODOL. Persiapan pengawasan dengan cara melakukan penegakan hukum dan tanpa toleransi
“Partisipasi masyarakat dalam pengawasan sangat penting diperlukan dan Saya kira akan lebih efektif. Adukan kepada instansi yang berkompeten bila ada pelanggaran ODOL dibiarkan,” tutup Budiyanto.
Anggota Komisi V DPR RI, Sudjatmiko, mengatakan, ODOL ini bukan hanya merusak infrastruktur jalan, tapi juga meningktaka kecelakaan dan berdampak signifikan pada pemerintah dari segi finansial dan juga merugikan masyarakat.
Keberadaan ODOL tentu merugikan negara. Menurut perhitungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU), tiap tahun negara keluar duit senilai Rp 43,45 triliun untuk perawatan jalan yang rusak akibat ODOL.
Sudjatmiko menjelaskan, truk dan bus yang beroperasi secara ODOL tidak hanya merusak infrastruktur jalan, tetapi juga meningkatkan risiko kecelakaan
"Kerusakan jalan ini tidak hanya berdampak pada pemerintah secara finansial, tetapi juga merugikan masyarakat karena perjalanan menjadi terhambat dan berbahaya," ucap Sudjatmiko beberapa waktu lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.