Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Berbayar Jadi Strategi Tekan Pemakaian Kendaraan Pribadi

Kompas.com - 18/01/2023, 11:31 WIB
Stanly Ravel

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kabar soal rencana penerapan jalan berbayar elektronik, alias electronic road pricing (ERP) di Jakarta, menjadi sorotan yang menarik.

Pasalnya, meski bukan hal baru karena sudah cukup lama diwacanakan, hal ini jadi salah satu langkah positif untuk menekan kemacetan lalu lintas yang semakin tinggi.

Menurut Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, ERP merupakan sistem yang dikembangkan untuk pembatasan kendaraan pribadi yang merupakan turunan dari manajemen permintaan perjalanan (transport demand management/TDM).

"Jalan berbayar elektronik atau dikenal congestion charging, adalah suatu metode pengendalian lalu lintas, yang bertujuan mengurangi permintaan penggunaan jalan sampai kepada suatu titik di mana permintaan penggunaan jalan tidak lagi melampaui kapasitas jalan," ujar Djoko dalam keterangan resminya, Selasa (17/1/2023).

Baca juga: Wapres Minta Uji Coba ERP di Jakarta Segera Dilaksanakan

Ilustrasi ERP atau jalan berbayar(Shutterstock)
(Shutterstock) Ilustrasi ERP atau jalan berbayar(Shutterstock)

Menurut Djoko, sudah waktunya Jakarta menerapkan ERP karena masuk dalam kebijakan push and pull strategy untuk manajemen permintaan perjalanan dalam mengelola transportasi perkotaan.

Untuk push strategy adalah kebijakan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi agar beralih ke angkutan umum. Sedangkan pull strategy dengan menyediakan layanan angkutan umum terintegrasi, kemudahan bagi penggunaan angkutan umum.

Djoko juga meminta agar Dinas Perhubungan (Dishub) DKI mematangkan kisaran tarif yang akan dibebankan kepada pengguna jalan berbayar. Karena, agar efektif dan memberikan efek jera bagi pengguna kendaraan pribadi secara berlebih, harusnya dikenakan lebih tinggi lagi.

"Tarif yang dikenakan bisa ditinggikan lagi, tarif Rp 5.000 - Rp 20.000 masih terlalu rendah. Batas tertinggi bisa mencapai Rp 75.000," katanya.

Baca juga: Busi Mobil Mati Satu, Kenapa Harus Ganti Semuanya?

Djoko menjelaskan, dibanding kebijakan ganjil genap dan 3 in 1, ERP akan lebih efektif karena tak mengeluarkan anggaran untuk pengawasan dalam penegakan, namun justru Pemerintah Provinsi (Pemprov) akan mendapat pemasukkan yang nantinya bisa diolah guna mendanai subsidi angkutan umum.

Kemacetan di ruas Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2019). Kemacetan panjang hingga Lenteng Agung akibat pembangunan fly over Lenteng Agung.KOMPAS.com/M ZAENUDDIN Kemacetan di ruas Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2019). Kemacetan panjang hingga Lenteng Agung akibat pembangunan fly over Lenteng Agung.

Karena, salah satu kunci penting dalam pengendalian transportasi untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi juga harus menyiapkan moda angkutan umum yang memadai. Terutama untuk wilayah Bodetabek.

"Yang masih menjadi masalah atau kendala bagi warga Bodetabek yang bekerja di Jakarta adalah minimnya angkutan umum menuju Jakarta dari pemukimannya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk terus mendorong migrasi private ke public transport," kata Djoko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com