JAKARTA, KOMPAS.com – Kejadian tabrak lari menjadi salah satu kecelakaan yang sering terjadi di kota-kota besar. Biasanya karena lelah atau kehilangan konsentrasi, pengendara mobil dan motor tak sengaja menabrak objek orang atau kendaraan.
Setelah menabrak, tak jarang pelaku mencoba melarikan diri lantaran takut dihakimi massa. Padahal daripada kabur, pelaku lebih baik meminta maaf dengan berhenti dan menepi.
Budiyanto, Pemerhati Masalah Transportasi, mengatakan, pelaku yang kabur dan tidak mempertanggungjawabkan perbuatanya malah bisa dijatuhi hukuman lebih berat.
Baca juga: Harga MPV Murah Bekas Juli 2020, Mulai Rp 80 Jutaan
“Kasus tabrak lari yang terjadi di Indonesia cukup tinggi khususnya kota-kota termasuk Jakarta yang pada umumnya disebabkan faktor manusia,” ucap Budiyanto, dalam keterangan tertulis (6/7/2020).
Menurutnya, kasus tabrak lari agak sulit diungkap. Sebab dalam pengungkapan kasus tersebut, masih sedikit warga yang bersedia menjadi saksi.
“Perlu ada keikutsertaan dan pemberian pehaman kepada masyarakat yang berkaitan dengan kejadian kecelakaan lalu lintas khususnya tabrak lari, sehingga mampu memberikan kontribusi berkaitan dengan masalah tersebut,” ujar Budiyanto.
Baca juga: Cegah Tikus Masuk Ruang Mesin Mobil Pakai Bahan-bahan Sederhana
Apalagi kasus tabrak lari sebetulnya sudah diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam Pasal 231 ayat 1, disebutkan bahwa pengendara motor yang terlibat kecelakaan wajib menghentikan kendaraan yang dikemudikan, lalu memberikan pertolongan kepada korban.
Jika kondisi pasca kecelakaan terbilang parah, penabrak harus melaporkan kecelakaan kepada kepolisian terdekat dan memberikan keterangan yang terkait dengan insiden yang dialami.
Baca juga: 10 Mobil Bekas Harga Rp 70 Jutaan, Bisa Dapat Honda Jazz
Budiyanto mengatakan, penabrak yang memilih melarikan diri usai kecelakaan malah bisa ditetapkan sebagai tersangka.
“Menurut pasal 312 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pelaku tabrak lari bisa dijerat pidana paling lama tiga tahun atau denda maksimal Rp 75 juta,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.