BrandzView
Konten ini kerja sama kompas.com untuk edukasi mengenai mobil bertenaga listrik

Indonesia, Kendaraan Bertenaga Listrik dan Tantangan di Belakangnya

Kompas.com - 31/07/2019, 08:03 WIB
Sri Noviyanti,
M Latief

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com — Jajaran mobil berteknologi terpajang pada pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019. Hal paling menarik perhatian adalah mobil dengan label "bertenaga listrik" yang terparkir di area pamer beberapa industri mobil.

Kendaraan bertenaga listrik seharusnya bukan hal baru, terlebih saat berkaca pada negara-negara tetangga yang sudah merealisasikannya.

Akan tetapi, saat isu dan perkembangannya terus bergulir, hal itu tetap menjadi kejutan bagi Indonesia. Babak baru mengenai realisasi kendaraan bertenaga listrik terus dinanti, terutama karena akan melibatkan banyak sektor. Sudah begitu, ada beberapa industri otomotif yang sudah menyatakan komitmennya untuk berinvestasi.

Pemerintah ikut menyinggung itu. Wakil Presiden Jusuf Kalla saat pembukaan GIIAS 2019 memaparkan sejumlah hal.

"Industri mobil begitu dinamis dalam banyak hal, termasuk teknologinya, modelnya, harganya, dan cara pemakaiannya. Isu terbaru yang berkembang adalah bagaimana mobil (bertenaga) listrik berkembang," kata JK, Kamis (18/7/2019).

Meskipun banyak yang menanti perkembangan mengenai realisasinya, lanjut JK, perlu waktu bagi industri kendaraan bertenaga listrik untuk dapat berkembang di Indonesia. Sebab, masih banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk menunjang hal tersebut.

"Dibutuhkan service untuk mencapainya, baik untuk (industri) manufaktur, oleh dealer, dan masyarakat juga harus siap dengan itu. Tentu butuh waktu dan kesiapan pengembangan teknologi," paparnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka GIIAS di Tangerang, Kamis (18/7/2019).KOMPAS.com/AKHDI MARTIN PRATAMA Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka GIIAS di Tangerang, Kamis (18/7/2019).

Meski demikian, JK memastikan pemerintah terus mendukung perkembangan industri mobil di Indonesia, termasuk untuk kendaraan bertenaga listrik.

"Pemerintah dukung bagaimana upaya dan persiapan pengembangannya itu dapat tercapai, baik dari sisi regulasi maupun industri pendukung,” katanya.

Wapres percaya bahwa perkembangan teknologi bukanlah suatu yang utopis di Indonesia, terutama bagi industri mobil.

Ia berbicara data mengenai kiprah dan perjalanan industri otomotif di Tanah Air. JK sendiri memahami dan memperhatikan betul begitu pesat industri mobil berkembang di Indonesia.

Saat ini, capaiannya pun banyak. Kalau dulu impor, kini Indonesia bahkan sudah mampu memproduksi mobil sendiri.

Dalam pidatonya, JK juga mencolek dan menyerukan langsung pada sektor terkait, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perhubungan, juga para pengusaha industri mobil.

Baginya, pekerjaan mengenai realisasi akan menjadi kerja besar yang harus melibatkan banyak sektor. Perjalanannya masih panjang, terlebih semuanya harus jalan beriringan.

Menanti regulasi pemerintah

Adapun peraturan presiden (perpres) mengenai kendaraan bertenaga listrik saat ini tengah dirampungkan. Seusai memberikan pembukaan, JK menyinggung bahwa perpres mengenai hal itu segera diterbitkan tahun ini.

Namun, JK enggan menjelaskan kapan dan detail isi peraturannya. Hal yang pasti, lanjut dia, peraturan sedang disinkronisasi dengan sektor terkait.

"Harus memastikan betul ketersediaan dealer atau distributornya meski akhirnya bisa jadi usaha umum seperti bank komersial saat ini," ucap JK.

Adapun dukungan pemerintah selain mempersiapkan aturan ketersediaan, mulai infrastruktur hingga baterai sebagai pengisi daya mobil, juga menyelesaikan persoalan pajak.

Menurut JK, pemerintah bertanggung jawab atas jaminan ketersediaan itu. Tanggung jawab itu juga melingkupi aturan cara menyeimbangkan industri dan konsumen.

"Kalau pajak dihilangkan, nanti dari sisi keuangan (negara) bagaimana. Lalu, kalau pajaknya tinggi, nanti konsumen tak ada yang mau beli," katanya.

Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa industri mobil sudah memamerkan kendaraan bertenaga listrik pada GIIAS 2019. Sepengamatan Kompas.com, ada beberapa jenis kendaraan bertenaga listrik yang ikut mejeng pada kegiatan itu.

Ada jenis hybrid yang merupakan mobil dengan jenis kombinasi yang sistem kerjanya menggunakan mesin di samping juga baterai.

Bagian sasis, mesin, motor elektrik, baterai dari Mitsubishi Outalder PHEV.KOMPAS.com/Agung Kurniawan Bagian sasis, mesin, motor elektrik, baterai dari Mitsubishi Outalder PHEV.

Lalu, ada yang seluruhnya sudah menggunakan tenaga listrik. Terakhir, ada jenis Plug in Hybrid Electric Vehicle atau (PHEV). Mirip dengan jenis hybrid, bedanya mesin yang terdapat dalam PHEV tidak terintegrasi langsung dengan komponen gerak seperti ban.

Artinya, mesin hanya bertugas menjadi sumber energi atau generator yang akan selalu mengisi baterai untuk kemudian disalurkan menjadi energi untuk komponen-komponen penggerak mobil.

Masing-masing kendaraan bertenaga listrik itu punya sederet hal yang memperlihatkan keberadaannya bagai solusi.

Ilustrasi kendaraan bertenaga listrik dari Nissan dipamerkan pada GIIAS 2019.KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Ilustrasi kendaraan bertenaga listrik dari Nissan dipamerkan pada GIIAS 2019.

Salah satu misalnya tulisan "zero emission" yang terpampang pada latar sebuah kendaraan bertenaga listrik di pameran tersebut.

Pada industri mobil, zero emission merupakan standar yang bermakna bahwa kendaraan tersebut tidak menghasilkan gas buang sama sekali. Perlu diketahui, emisi atau gas buang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup.

Komitmen Indonesia

Berbicara soal gas buang, bolehlah kalau realisasi kendaraan bertenaga listrik kemudian memang disebut-sebut sebagai langkah besar atas wujud komitmen Indonesia untuk menekan emisi gas rumah kaca.

Pada pelaksanaan Conference of Parties (COP) atau Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2009 Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Target pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen hingga 41 persen pada 2020.

Komitmen itu dinyatakan kembali pada COP 21 yang diselenggarakan di Paris. Kesepakatan Paris kira-kira menekankan hal sama, yakni semua pihak diharapkan untuk bersama-sama menjaga agar kenaikan suhu rata-rata tidak mencapai 2 derajat celsius di atas suhu sebelum masa Revolusi Industri dan mengupayakan lebih lanjut agar tidak lebih dari 1,5 derajat celsius.

Kesepakatan Paris itu juga merupakan basis legal implementasi sehingga pengendalian perubahan iklim di tingkat internasional menjadi universal dan harus dilaksanakan mengikat secara legal pada semua negara yang turut serta.

Sebelumnya, Indonesia masuk dalam daftar satu dari 10 negara penghasil emisi tertinggi di dunia. Itu tercatat dalam World Resources Institute (WRI) di Washington DC yang menampilkan peta interaktif Indonesia menghasilkan emisi 2,05 miliar ton. Emisi itulah yang nantinya akan berpengaruh pada pemanasan global, termasuk perubahan iklim.

Dengan riwayat itu, akibat buruknya sudah dapat diperkirakan. Sebuah studi yang diterbitkan pada Rabu (19/9/2018) oleh jurnal Nature memaparkan bahwa berdasarkan tingkat emisi sekarang ini bumi akan menghangat lebih dari 2 derajat celsius pada akhir abad. Perkiraan pastinya bisa sampai 4 atau 5 derajat celsius.

Adapun di antara penyebab terjadinya gas buang yang tinggi adalah polusi transportasi dan besarnya konsumsi energi.

Pemerintah seyogianya punya langkah cepat untuk mengantisipasi hal itu. Inilah yang juga dapat menjadi motivasi merampungkan perpres untuk merealisasikan keberadaan kendaraan bertenaga listrik.

Akan tetapi, memproduksi dan memakai kendaraan bertenaga listrik sebagai sebuah jawaban tentu tak dapat dijadikan sebagai satu-satunya cara.

Ya, terlebih selaiknya mencoba hal baru, harus ada fase penyesuaian. Unruk menakar kesiapan Indonesia akan teknologi tersebut sebaiknya diberikan beberapa alternatif.

Tiga jenis kendaraan bertenaga listrik yang telah disebutkan sebelumnya setidaknya bisa jadi jawaban. Kalau mobil dengan teknologi listrik secara penuh belum cocok dan sesuai untuk saat ini, dua yang lain mungkin bisa jadi jalan sebagai pengenal untuk kemudian berproses.

Selanjutnya, tinggal bagaimana tantangan menjaga bumi sesuai komitmen yang sudah disepakati.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com