Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Kendaraan Listrik Masih soal Harga

Kompas.com - 30/01/2019, 08:02 WIB
Setyo Adi Nugroho,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Demi mencapai target sebagai pemain dan produsen kendaraan listrik dunia, Indonesia menghadirkan program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang menjadi bagian "Making Indonesia 4.0". Targetnya pada 2025, 20 persen dari kendaraan adalah berteknologi elektrifikasi.

Namun seperti diketahui, kendaraan elektrifikasi, baik itu hybrid, PHEV, Battery Electric Vehicle (BEV) dikenal dengan harganya yang mahal. Ini diamini oleh Senior Research Fellow The Institute of Energy Economic, Japan (IEEJ), Ichiro Kutani, dalam pemaparannya di Seminar Indonesia - Jepang Automotif dengan tema Electrified Vehicle Concept of xEV and Weel to Wheel, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

“Ada dua tantangan yang harus dihadapi di Indonesia. Salah satunya adalah harga kendaraan listrik. Sebab baterai kendaraan listrik itu masih mahal harganya sehingga ke depan perlu diperbincangkan suatu teknologi yang bisa menekan biaya itu,” ucap Kutani.

Kutani menambahkan, terkait kepentingan pengamanan energi (energy security) dan perbaikan terhadap lingkungan, masalah pembangkit listrik jadi salah satunya. Pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan batu bara yang kurang populer dalam isu lingkungan.

Baca juga: Pemerintah Ingatkan Target Soal Kendaraan Listrik

SPBU Kuningan, Jakarta Selatan menjadi pilot project Green Energy Station (GES).stanly SPBU Kuningan, Jakarta Selatan menjadi pilot project Green Energy Station (GES).

“Walau kendaraan listrik banyak diproduksi itu tidak memberikan dampak yang signifikan pada perbaikan lingkungan. Maka ke depannya dipikirkan bagaimana caranya bisa mengurangi terhadap dampak lingkungan,” ucap Kutani.

Ahli Teknik Ketenagalistrikan ITB Agus Purwadi, menambahkan, harga jual di Indonesia menjadi faktor penting untuk mempopulerkan kendaraan listrik di Tanah Air. Jika ingin produk ramah lingkungan ini dilirik, artinya harus murah dan terjangkau.

“Untuk aspek pengguna, paling penting dari mobil listrik itu adalah efisiensi (harga). Itu nomor satu. Lalu kenyamanan nomor dua,” ucap Agus di kesempatan yang sama.

Agus mencontohkan produk yang masuk dalam program LCEV yakni mobil berbiaya produksi murah dan efisien atau dikenal dengan LCGC. Pada kendaraan ini yang diutamakan adalah harga dengan mengesampingkan faktor kenyamanan.

Baca juga: Wuling Sudah Siap dengan Mobil Listrik

“Kita lihat kenapa LCGC bisa dibilang sukses sampai saat ini? Itu ada efisiensi yang dibangun, meski kenyamannya di trade-off (diganti),” ucap Agus.

Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian, Harjanto mengungkapkan untuk mencapai target 2025 pemerintah akan memberikan dukungan insentif. Salah satunya berupa tax holiday / mini tax holiday untuk industri komponen utama : industri baterai, industri motor listrik serta usulan income tax deduction sampai 300 persen untuk industri yang melakukan aktivitas R&D.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com