BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Castrol

Ratusan Titik Macet di Jakarta Menunggu Solusi...

Kompas.com - 12/03/2018, 15:54 WIB
Dimas Wahyu

Penulis


KOMPAS.com - Mobil melaju sesaat lalu berhenti. Mobil melaju sesaat lagi lalu berhenti lagi. Maju. Berhenti. Maju. Berhenti. Begitu seterusnya sampai akhirnya sekian jam kemudian sampai di tujuan, mungkin setelah decak rasa kesal atau bahkan marah-marah.

Kalau kemudian ada saja berita mengenai pengemudi-pengemudi yang emosi lalu berkelahi di jalan, maka kita tidak perlu terlalu jauh menerka-nerka kenapa itu bisa terjadi.

Baca: Sulitnya Kendalikan Emosi di Jalan Raya

Berbekal kesabaran karenanya menjadi hal penting saat berkendara di Jakarta. Pasalnya, pengendara mobil di Jakarta akan menghadapi ratusan kemacetan yang tersebar di 837 titik di berbagai wilayah, berdasarkan catatan tahun 2016 lalu.

"Jumlah titik kemacetan di luar u-turn ada 416, baik itu parkir liar atau berhentinya angkutan umum sembarang tempat. Total titik kemacetan ada 837," kata Kepala Dishubtrans DKI Jakarta Andri Yansyah.

Baca: Ada 837 Titik Macet di Jakarta, Baru 141 Titik yang Bisa Dijaga Petugas Dishub

Jika "emosi" adalah pengorbanan pertama, "buang waktu" juga tidak akan tertinggal untuk masuk dalam daftar karena ratusan titik kemacetan ini. Di luar itu, bensin pun terbuang percuma. Artinya, uang keluar sia-sia.

Terlebih lagi, titik-titik kemacetan ini belum tentu diantisipasi secara mutlak di segala bidang, termasuk dalam hal daya tahan mesin mobil.

Pasalnya, berkendara laju-berhenti-laju-berhenti atau diistilahkan “start- stop” bukan cuma berarti akselerasi dan deselerasi. Mesin pada saat itu menyala tetapi kendaraan diam saja (idling) dalam jangka waktu yang panjang. Kondisi ini pun akan menghasilkan microscopic wear (ampas besi berukuran mikro).

Seorang pengamat senior di bidang lalu lintas, Nick Cohn, kemudian memberikan analogi atas apa yang terjadi dalam kondisi tersebut.

"Katakanlah dalam 100 persen masa berkendara, 20 persen di antaranya hanyalah idling," ujar Nick yang penjelasannya bisa ditonton dalam video "Castrol Magnatec Stop-Start Index" di YouTube.   

Bisa dibayangkan, ampas besi mikro dalam 20 persen masa kerja mesin itu terkumpul di luar perkiraan bahwa pelumas mesin mobil harusnya menghindari gesekan.

Terlebih lagi, kondisi start-stop laju-berhenti ini bukan hitungan puluhan kali. Total start-stop untuk Jakarta rata-rata bisa 33.240 kali dalam setahun.

Baca: Perilaku Berkendara Warga Jakarta Belum Membaik

Jika tidak bisa disebut "horor" pada mesin, maka penggambarannya akan seperti ini. Ampas besi yang kian menumpuk akibat mesin idle itu berbenturan ke sana-sini. Semakin mobil sering berada di jalan, maka hal tersebut terjadi dalam jangka panjang.

Kondisi yang bisa terjadi hingga berpuluh ribu kali dalam setahun itu memungkinkan bagian mesin rusak, lalu pelumas pun bocor halus.

Jika pelumas bocor, maka bagian mesin bergesekan langsung dari logam ke logam, dan akhirnya rusaklah mesin.

Apakah selanjutnya kejadian semacam ini akan masuk daftar pengorbanan emosi, di samping daftar pengeluaran? Pasalnya, kealpaan untuk mengecek kondisi mesin akibat start-stop yang tidak disadari juga berarti uang perawatan rentan keluar lebih cepat dari waktu yang seharusnya.

Dinding Underpass Kartini di Jalan RA Kartini, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, bermotif air mengalir. Foto diambil Jumat (23/2/2018).KOMPAS.com/NURSITA SARI Dinding Underpass Kartini di Jalan RA Kartini, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, bermotif air mengalir. Foto diambil Jumat (23/2/2018).

Ujung-ujungnya kembali lagi pada fakta bahwa ratusan titik macet di Jakarta itu harus ditingkahi dengan solusi.

Pemerintah sendiri menggelontorkan program semacam pembatasan pelat nomor ganjil-genap untuk mengurai kemacetan. Lalu, infrastruktur pun digenjot dengan membangun underpass atau terowongan, flyover atau jalan layang, hingga bentuk seperti Simpang Susun Semanggi.

Baca: Proyek Infrastruktur yang Warnai Pembangunan Ibu Kota Sepanjang 2017

Produsen pelumas seperti Castrol turut pula secara khusus membuat pelumas full synthetic dengan self healing layer berstandar pengetesan OM646LA sehingga menutupi gap 20 persen yang tidak tertangani pada kondisi start-stop sebelumnya.

Dengan begitu, pelumas yang dinamai Magnatec Stop-Start ini lebih tahan terhadap panas dan penguapan dengan tetap menjaga kekentalan, di samping juga sesuai dengan spesifikasi menurut buku manual untuk mobil bermesin modern.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com