Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Pilar Bangun Industri Kendaraan Listrik di Indonesia

Kompas.com - 14/02/2018, 09:22 WIB
Ghulam Muhammad Nayazri,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

Jakarta, KOMPAS.com – Sudah tertinggal dengan Thailand pada industri kendaraan konvensional, jangan sampai itu terjadi lagi di era kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik, termasuk hybrid maupun fully electric.

Membangun dari awal, jangan lagi ada celah kegagalan dan egoisme sektoral sehingga masa depan industri dalam negeri terkorbankan. Sinergi dan diskusi antar berbagai pihak yang berkepentingan mesti dibuka, demi bangun bangsa.

Warih Andang Tjahjono, Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengungkapkan empat pilar, untuk membangun industri kendaraan listrik di dalam negeri. Dalam prosesnya, keempat tiang tersebut harus terpasang tanpa satu tertinggal.

Pertama, kata Warih, soal edukasi kendaraan listrik kepada masyarakat, agar mereka tahu keuntungan dan keunggulan menggunakan kendaraan non-konvensional. Ini bakal membuat konsumen semakin senang memilih mobil listrik.

Baca juga : Era Kendaraan Listrik di Indonesia Jangan Sekadar Regulasi

“Ada contoh di salah satu kota di Provinsi Quebec Kanada, yang ditetapkan sebagai Kotanya FCEV (Fuel Cell Vehicle), demi memperkenalkan dan mendekatkan teknologi tersebut kepada masyarakat. Di kota tersebut lengkap tersedia mulai dari kendaraan FCEV sampai infrastrukturnya, kolaborasi swasta dan pemerintah,” ujar Warih saat bercerita kepada KOMPAS.com, Selasa (13/2/2018).

“Tujuannya adalah agar masyarakat di Quebec suka FCEV dan membuat mereka akhirnya membeli produk tersebut. Begitu intens mereka untuk mengedukasi masyarakatnya supaya suka, dan bisa ditiru Indonesia. Itu jadi pilar pertama,” ujar Warih.

Ha:mo, akronim dari Harmonious Mobility Network, menciptakan sistem transportasi berbasis teknologi listrik untuk negara berkembang, dimulai dari kerja sama di dalam lingkungan Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand, Selasa (30/1/2018).Agung Kurniawan/Kompas.com Ha:mo, akronim dari Harmonious Mobility Network, menciptakan sistem transportasi berbasis teknologi listrik untuk negara berkembang, dimulai dari kerja sama di dalam lingkungan Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand, Selasa (30/1/2018).

Thailand saja, seperti hasil pantauan langsung redaksi Kompas.com ketika berkunjung ke Thailand beberapa waktu lalu, kalau mereka memulai budaya kendaraan listrik dari kampus-kampus. Di mana harapannya lima tahun lagi, mahasiswa itulah yang akan menjadi konsumen masa depan.

Baca juga : Budaya Kendaraan Listrik Dimulai dari Kampus

Pilar kedua adalah supply chain atau rantai pasok. Ini menjadi kunci, di mana untuk membangun industri harus dipersiapkan secara menyeluruh dari hulu sampai hilir.

“Tentu saja melalui kebijakan yang berpihak pada pengembangan industri termasuk industri komponen nasional, jadi kunci kesiapan Indonesia menuju produksi lokal kendaraan hybrid dan listrik di sini,” ujar Warih.

“Pada kendaraan listrik itu, powetrain bagian bawah beberpa berubah dan ini perlu disiapkan supply chain-nya karena ada yang hilang dan ada yang baru. Kami juga perlu memikirkan komponen yang sudah tak digunakan lagi, supaya perusahaan tidak collapse, sementara komponen yang baru, harus diundang masuk ke Indonesia,” tutur Warih.

Toyota Concept-i, kendaraan listrik yang menggabungkan teknologi kecerdasan buatan (AI/artificial intelligence) yang dipajang di Tokyo Motor Show 2017.Nikkei Toyota Concept-i, kendaraan listrik yang menggabungkan teknologi kecerdasan buatan (AI/artificial intelligence) yang dipajang di Tokyo Motor Show 2017.

Ketiga yaitu terkait dengan regulasi atau kebijakan pemerintah. Ini yang kemudian bagaimana aturan yang diberlakukan bisa menarik bagi investor. Pemerintah seharusnya bisa membaca mana yang dicintai masyarakat, yang kemudian produknya bisa diolah di dalam negeri.

Di sini juga nantinya akan menentukan disparitas harga antara kendaraan konvensional dan hybrid atau listrik. Sehingga konsumen semakin merasakan keunggulan kendaraan non-konvensional, bukan hanya soal irit maupun emisi, sehingga pasarnya terbuka.

Kemudian yang terakhir kata Warih adalah soal infrastruktur. “Setidaknya itu empat pilar yang harus disiapkan. Ketika ditanyakan berapa lama, bisa empat sampai lima tahun untuk menyiapkannya, supaya kita nanti ke depan bisa lancar,” kata Warih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com