Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Suparno Djasmin, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor [2]

Awali Karier Antre dari Pukul 03.00, Kini Jadi Wapresdir Toyota Astra Motor

Kompas.com - 23/12/2014, 11:37 WIB
Agung Kurniawan

Penulis

Kehidupan ini sangat indah. Tak semua perjalanan hidup manusia berjalan dengan mulus. Tentu banyak rintangan dan hambatan dalam meraihnya. Kuncinya adalah kesabaran, keteguhan hati, memiliki prinsip yang kuat, jujur, apa adanya, dan selalu melakukan inovasi. Di balik kesuksesan seseorang, ada kisah-kisah mengharukan dan menyedihkan. Semua itu adalah proses yang harus dilalui. Kompas.com terus menurunkan serial artikel "Success Story" tentang perjalanan tokoh yang inspiratif. Semoga pembaca bisa memetik makna di balik kisahnya.

KompasOtomotif — Hidup dalam keluarga dengan kemampuan terbatas tak membuat Suparno Djasmin patah arang meraih taraf hidup yang lebih baik. Setelah berhasil lolos ujian Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK), ia lantas masuk ke Institut Pertanian Bogor mengambil Jurusan Teknologi Pertanian.

"Dulu harus menentukan hidup saya sendiri, orangtua saya sibuk berdagang. Mereka relatif tidak punya pengetahuan yang cukup. Kalau sekarang, kita sama anak selalu memberi konsultasi, perhatikan, dan lain-lain. Kalau dulu berbeda, sendirian. Enggak pulang saja enggak ditanyain, kasarnya. Jadi kita sendiri," kenang pria yang juga akrab dipanggil Abong itu ketika berbicang bersama KompasOtomotif, belum lama ini.

Kualitas arah sudut pandang dan pengambilan keputusan pada masa remajanya, Abong mengaku sangat bergantung dengan lingkungan di luar keluarga. Guru di sekolah dan teman bermain menjadi motivator besar dalam menentukan arah hidupnya kala itu.

Mengemban pendidikan di IPB, Abong lantas melanjutkan hidupnya dengan indekos di Bogor, Jawa Barat. IPB sengaja dipilih menjadi jenjang pendidikan selanjutnya karena biaya kuliah yang relatif lebih murah. Selama kuliah, ia juga sempat memberikan les kepada orang lain untuk mendapat uang tambahan.

"Saya termasuk mahasiwa yang bayarnya murah dan sering telat lagi. Dulu itu masuk IPB, satu semester biayanya cuma Rp 50.000 kalau tidak salah, itu tahun 1982," cetus Abong.

Dunia kerja

Setelah lulus dari bangku kuliah, keinginan Abong adalah supaya cepat kerja sehingga surat lamaran dikirim ke berbagai perusahaan. "Pokoknya, 'seketerimanya'," ingat Abong.
Sampai ia diterima sebagai pramuniaga di perusahaan bahan-bahan kimia Bush Box Ellen, semacam International Flavors & Fragrances (IFF) tetapi dari Inggris, produsen cita rasa makanan ringan anak-anak. Pada awal kariernya, Abong kerap berkeliling Cibinong, Jawa Barat, mengunjungi pabrik-pabrik makanan ringan untuk menjajaki barang dagangannya.

Berkat les bahasa Inggris yang sempat dijalaninya waktu remaja, Abong mulai menuai hal positif dalam awal kariernya. Abong kerap diajak menemani Technical Advisor pekerja asing dari Inggris mengunjungi pabrik permen, makanan ringan, di Indonesia. Selain menjadi pramuniaga, Abong juga penyambung lidah antara pebisnis lokal dengan orang asing.

Dalam beberapa bulan berselang, Abong lantas menemukan kesempatan baru di salah satu anak perusahaan Grup Berca, yang menjual alat-alat laboratorium. "Keputusan saya pindah itu karena mendapat tawaran lebih bagus dan di perusahaan lama, kerap mendapat perlakuan berbeda dengan karyawan lain," ujar Abong.

Ketika Abong melamar di Berca, ia juga melayangkan surat lamaran ke Astra. Awal perkenalannya dengan Astra tak lain disebabkan karena hubungan spesial dengan calon istri waktu ia remaja. Ketika Abong main ke rumah pacarnya, tak disangka banyak tetangga yang kerja di Astra, termasuk salah satu pentolan Grup Astra, Budi Setiadharma.

"Jadi saya dan istri sama-sama aktif di gereja, saya punya calon mertua itu ikut nyanyi juga di paduan suara. Akhirnya, di rumah pacar, saya diajak calon mertua dikenalkan tetangga-tetangganya dan mendapat banyak masukan soal enaknya kerja di Astra, jadi ini mungkin yang menginspirasi saya," jelas Abong.

Proses

Namun, mengingat proses penerimaan di Astra relatif lama, karena harus melalui berbagai tahapan, mulai dari tes, wawancara satu, dua, penyaringan, periksa kesehatan, dan lain sebagainya, Abong kemudian memilih pindah ke Berca terlebih dahulu. Berbeda dengan Astra, begitu Abong diterima Berca, seminggu kemudian sudah langsung diminta masuk kerja.

Bekerja di Berca, Abong juga mendapat kesempatan yang menarik dari bosnya. Ia sempat ditawarkan untuk dikirim ke luar negeri untuk mendalami profesinya sebagai ahli alat-alat laboratorium. Selang tiga sampai empat bulan bekerja, akhirnya Abong mendapat kabar dari Astra kalau diterima bekerja.

Sempat bimbang, Abong lantas mencari berbagai masukan dari sejumlah pihak, termasuk tetangga-tetangga pacar kala itu. "Setelah cari informasi kanan-kiri, memang lebih berisiko, gaji juga lebih kecil, tapi masa depan lebih potensial di Astra, meskipun Berca dulu grup besar juga. Tapi, akhirnya saya putuskan, saya pindah ke Astra," beber Abong.

Masuk Astra, Abong masuk sebagai Management Trainee angkatan pertama di perusahaan, selama setahun. Abong sempat menjalani program Astra Basic Trainning Program, di mana ketika berstatus masih Management Trainee, gaji yang diterima hanya 40 persen dari yang ditawarkan. Jika tidak lulus, maka bisa dikeluarkan. Namun, dengan percaya diri, Abong yakin dengan keputusannya pindah ke Astra.

Lantas bagaimana kisah Suparno Djasmin di Grup Astra setelah berhasil masuk jadi karyawan? Ikuti kisah perjalanan hidup tokoh penggemar cerita silang Kho Ping Ho ini pada cerita lanjutannya....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com