Akibat memaksakan diri, Bagus lantas menggigil sepulang kerja. Keesokan harinya, suhu badannya panas tinggi, lemas, begitu terpuruk sampai-sampai Bagus meneteskan air matanya. Dalam kesendirian, Bagus harus menikmati sakit tubuhnya yang semakin menjadi. Harus memaksakan diri keluar kos untuk makan di warung, minum obat, balik lagi ke kamar.
"Saya hanya berfikir, saya sendirian di sini, dalam kondisi seperti ini, kalau saya mati, keluarga saya di rumah tidak akan ada yang tahu," lirih Bagus. Meski menghadapi kondisi terburuk, Bagus berhasil melaluinya dengan suka maupun sedih hati.
Setelah enam bulan berkarir menjadi pramuniaga, Bagus kemudian dipindah tempatkan ke cabang jaringan pemasaran Astrido di Bandengan selama tiga bulan, baru kemudian bekerja di kantor pusat Auto2000 di Sunter. Setelah proses Manajemen Trainee setahun selesai, baru menjadi Supervisor Area di TAM.
Krisis moneter
Tak lama berselang Bagus bekerja, situasi perekonomian dunia termasuk kondisi politik dan keamanan Indonesia bergejolak. Pada 1998, krisis moneter menghantam Indonesia membuat hampir semua perusahaan nasional terpuruk, tak terkecuali di tempat Bagus bekerja.
Pabrik mulai diliburkan, lantas buruh mulai dirumahkan, sampai akhirnya kena PHK. Kondisi kantor yang gonjang-ganjing juga dialami Bagus di kantor. Sesama pekerja sempat saling mencurigai, karena perusahaan harus melakukan penghematan luar biasa, salah satunya dengan mengurangi jumlah pekerja.
Melihat kondisi yang berlangsung, akhirnya Bagus memutuskan diri untuk menghadap atasan, dan menyampaikan keinginannya untuk keluar. Pada waktu itu, bagi pekerja yang kena PHK akan memperoleh gaji penuh sesuai kontrak kerja setahun. Mengingat status Bagus masih karyawan kontrak, ia mengajukan diri.
"Kalau saya memang harus dikeluarkan, saya tidak apa-apa, waktu itu pimpinannya Pak Drajat. 'Mengapa kamu memang tak betah di sini?' Saya sangat senang di sini pak, ini impian saya bisa kerja di Astra, tapi saya tahu diri, situasi perusahaan lagi seperti apa. 'Kalau kamu sabar, kasih saya satu bulan, nanti akan dijadikan karyawan tetap.' Waktu itu saya masih kontrak, sebelum sebulan perusahaan mengeluarkan paket pengunduran diri sukarela, sehingga senior banyak yang antre mendaftar," cerita Bagus.
Dengan banyak senior yang daftar, perusahaan kemudian menyisakan beberapa karyawan kontrak yang tersisa dan langsung mengangkat mereka jadi permanen, termasuk Bagus. Sebagai supervisor, pekerjaan Bagus adalah mengunjungi daerah-daerah, melaporkan kondisi sebenarnya, mencarikan solusi, dan membuat laporannya.
Mengingat kondisi negara yang masih belum stabil, bepergian menggunakan pesawat masih ditiadakan karena kondisi perekonomian perusahaan. Bagus kemudian mengusulkan mengapa supervisor tidak diperbolehkan naik bus saja. Berkat masukan ini, kemudian perusahaan memperbolehkan karyawan bepergian ke daerah di Pulau Jawa menggunakan kereta, eksekutif.
"Kerja dalam kondisi krisis ekonomi, bukannya pekerjaannya lebih sedikit, tetapi malah semakin banyak. Misalnya, minta persetujuan proposal, harus dicek berulang-ulang, dikurangi, efisiensi, sampai benar-benar efektif. Tapi, perlahan-lahan kondisi mulai membaik lagi," celoteh Bagus.
Sampai akhirnya, Bagus mendapat kesempatan melakukan perjalanan dinas ke luar Pulau Jawa pertama kali menggunakan Pesawat menuju Balikpapan, akhir 1998. Menjadi pengalaman pertama naik pesawat, terlihat kalau Bagus sebenarnya hanya seorang manusia biasa. "Saya bingung, kalau naik pesawat itu bagaimana caranya, saya juga minta duduk di jendela supaya bisa melihat keluar," kenang Bagus.
Langkah selanjutnya, Bagus memulai karir baru di perusahaan baru dari Amerika Serikat. Ikuti terus perkembangan karir Bagus Susanto dalam menjajaki karir puncaknya di PT Ford Motor Indonesia pada artikel selanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.