Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Opini

Anas yang Lelah...

Kompas.com - 26/03/2012, 09:59 WIB

Syafiq Basri Assegaff, Dosen Komunikasi di Universitas Paramadina


Anas Urbaningrum panik? Tidak. Anas membantah anggapan bahwa ia panik atau marah. ”Hehehe, marah kok ngetuit. Doa mendoakan dalam kebaikan. Salam,” tulis Ketua Umum Partai Demokrat itu di Twitter-nya, 9 Maret lalu. Namun, ia mengakui bahwa dia lelah.

Sebagaimana diketahui, pernyataan-pernyataan Anas itu juga menjadi berita di media arus utama. ”Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas,” katanya.

Kita menyimak bahwa pernyataan Anas itu berkait dengan tuduhan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat (PD) M Nazaruddin, yang menyebut Anas menggelontorkan uang 7 juta dollar AS untuk memenangi pertarungan sebagai ketua umum dalam rapat koordinasi nasional PD di Bandung. Uang itu, kata Nazaruddin, diperoleh Anas dari proyek Hambalang.

Capeknya Anas itu bisa dimengerti, tetapi sementara pihak menganggap sikap Anas itu terlambat. Seharusnya sejak namanya disebut-sebut oleh Nazaruddin, sekitar sembilan bulan lalu, Anas segera menyampaikan sikap tegasnya itu. Bukan sekarang, setelah namanya terlalu sering jadi ”bulan-bulanan”.

Bagaimanapun, orang memang boleh berpendapat apa saja. Tetapi kita mencatat bahwa sejatinya yang dilakukan Anas lewat pernyataannya itu adalah upaya yang berani dan tegas untuk menunjukkan bahwa ia bersih sehingga KPK ”tidak usah repot-repot memeriksanya”.

Tetapi kita juga berharap bahwa Anas menindaklanjuti pernyataannya itu dengan membuka lebar-lebar pintu transparansi. Maksudnya, membawa bukti- bukti dan menjelaskan semuanya secara gamblang di pengadilan. Sebagai Ketua Umum PD, yang kini sedang turun popularitasnya, sebenarnya inilah saat yang baik bagi Anas untuk memulihkan kepercayaan publik itu.

Anas tentu sadar bahwa kepercayaan publik kini jadi taruhan besar bagi dirinya dan bagi PD sendiri. Kepercayaan itu, meminjam Anthony Giddens, adalah ”kepercayaan bisa diandalkannya seseorang” dalam kaitannya dengan beberapa kejadian atau hasil yang diharapkan dari tindakannya karena kita melekatkan kebaikan (integritas) atau cinta kepada yang bersangkutan.

Bagi pemilih ”rasional” maupun ”emosional”, yang mudah dirayu kampanye politisi di media, kepercayaan kepada seorang pemimpin partai tetap jadi............(selengkapnya baca Harian Kompas, Senin 26 Maret 2012, halaman 6)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com