JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana penerapan peraturan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi di Jabodetabek, April 2011, berpotensi menimbulkan permasalahan baru. "Khususnya di stasiun pengisian bahan bakar umum yang terletak di antara perbatasan wilayah," ucap Saryono, Direktur Hilir Migas Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral, dalam acara diskusi "Siapa Takut Pakai Pertamax", kemarin.
Beberapa permasalahan itu, lanjut Saryono, antara lain menyangkut masyarakat yang tinggal di perbatasan. Mereka yang daerahnya terkena penerapan pembatasan BBM bersubsidi masih bisa membeli bensin ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di wilayah tetangga.
Belum lagi, angkot yang bakal berubah fungsi menjadi "jeriken" mondar-mandir menyedot bensin dari SPBU. "Kondisi itu sulit dihindari. Namun, kami berupaya meminimalkan," ungkap Saryono. Jadi, pada saat aturan diberlakukan, pemerintah akan berkoordinasi dengan sejumlah aparat keamanan untuk mencegahnya.
Dalam pelaksanaan di lapangan, pemerintah juga akan menggunakan peranti audio frequency identification (RFID), semacam cip sensor untuk mengetahui konsumsi setiap kendaraan pelat kuning yang mengisi bahan bakar. Nantinya ada dua alat untuk mendeteksi sisa kuota premium dan memasukkan data baru mengenai berapa jumlah premium yang dimasukkan ke mobil.
"Mudah-mudahan dengan alat ini akan tepat sasaran. Namun, pengawasan ini bukan cuma tanggung jawab Pertamina, melainkan juga semua elemen, termasuk masyarakat umum," harap Sugeng Priyono, Manager Non PSO Fuel Pertamina.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.