Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Berkembang di Ambang Krisis Nilai Tukar

Kompas.com - 31/10/2008, 09:58 WIB
Negara-negara berkembang yang perekonomiannya tengah bertumbuh (emerging markets) menjadi titik panas (hot spot) baru yang berpotensi besar meletupkan babak baru krisis global yang lebih berbahaya: krisis nilai tukar mata uang.

Di Eropa Timur, krisis nilai tukar dibarengi dengan risiko gagal bayar utang yang berpotensi menyeret perbankan negara maju dan perekonomian global ke dalam krisis lebih buruk dan berkepanjangan.

Dampak krisis finansial global menyebar dengan cepat seperti lidah api ke seluruh wilayah emerging markets, mulai dari kawasan Baltik, Rusia, Eropa Timur, hingga Amerika Latin. Bahkan, emerging markets Asia yang kondisinya relatif lebih lebih baik juga tidak selamat dari tekanan nilai tukar, terutama akibat efek global menguatnya nilai tukar dollar AS dan pelarian modal di sektor portofolio serta melemahnya ekspor.

Seluruh mata uang emerging markets, mulai dari krona Islandia, rand Afrika Selatan, zloty Polandia, forint Hongaria, peso Meksiko, hingga won Korsel, mengalami tekanan berat. Di beberapa negara penurunannya mencapai hingga 80 persen sejak awal tahun.

Sepanjang September saja, cadangan devisa negara-negara Asia (tak termasuk China yang cadangan devisanya justru meningkat 21,45 miliar dollar AS) sudah terkuras 20,33 miliar dollar AS untuk intervensi di pasar. Penurunan terbesar terjadi di Malaysia (12,9 miliar dollar AS), disusul Korsel (3,53 miliar dollar AS) dan India (3,49 miliar dollar AS).

Untuk Indonesia, sejak 7 Oktober lalu cadangan devisa sudah tergerus 4,1 miliar dollar AS lebih, dari 56,6 miliar dollar AS menjadi 52,5 miliar dollar AS.

Namun, intervensi yang dilakukan Bank Indonesia (BI) diperkirakan jauh lebih besar daripada penurunan cadangan devisa. Pengamat ekonomi Yanuar Rizky memperkirakan BI sudah mengeluarkan sekitar 15 miliar dollar AS-20 miliar dollar AS dalam dua bulan terakhir untuk intervensi kendati itu tak tecermin pada posisi cadangan devisa karena ditutup dengan penerbitan surat utang negara (SUN).

Bahkan, pernah dalam satu hari, yakni Selasa (28/10), ketika rupiah sempat melemah hingga Rp 11.850 per dollar AS, BI sampai menguras 5 miliar dollar AS cadangan devisa untuk memborong rupiah di pasar spot.

Tidak ada yang bisa memastikan sampai kapan kondisi ini akan berlangsung. Tak ada satu negara pun yang kini merasa cadangan devisa mereka aman dan mencukupi, bahkan China yang cadangan devisanya 1,9 triliun dollar AS atau Korsel yang 240 miliar dollar AS.

Menguatnya dollar AS yang mengakibatkan mata uang lain melemah sekarang ini sebenarnya adalah konsekuensi langsung dari ambruknya pasar finansial global. Investor merasa tak aman dan memilih menempatkan dananya di surat-surat berharga Pemerintah AS yang dianggap paling aman.

Hedge funds dan investor lain berlomba menarik dananya (flight to safety) dalam skala masif dari emerging markets dan masuk ke dollar AS atau yen sebagai dua tempat pelarian (safe havens) paling dicari sekarang ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com