Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa Subsidi, Harga Pertalite Tembus Rp 17.200 dan Solar Rp 18.150

Kompas.com - 09/07/2022, 07:22 WIB
Stanly Ravel

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Tanpa ada subsidi dari pemerintah untuk bahan bakar jenis Solar dan Pertalite, banderolnya saat ini bisa melambung tinggi imbas melonjaknya harga minyak mentah.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, harga keekonomian untuk Solar atau Biosolar saat ini mencapai Rp 18.150 per liter, sementara Pertalite Rp 17.200 per liter.

Artinya, untuk setiap liter Solar yang dibeli masyarakat, pemerintah membayar subsidi sebesar Rp 13.000, sementara untuk Pertalite sebesar Rp 9.550.

Baca juga: Harga Pertalite, Pertamax, dan Solar per Juli 2022

Untuk Pertamax sendiri, Nicke mengatakan, Pertamina masih membanderol Rp 12.500 per liter. Padahal untuk jenis RON 92 para kompetitornya sudah menetapkan sekitar Rp 17.000 dengan harga keekonomian pasar mencapai Rp 17.950.

Petugas melayani pengisian BBM di SPBU 24.351.126 Jalan Pangeran Antasari, Bandar Lampung, Lampung, Selasa (19/4/2022). Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel mengerahkan 384 unit armada mobil tangki, 27 unit bridger avtur dan 174 unit skid tank untuk LPG serta 16 titik SPBU kantung dan 15 titik layanan motoris pada jalur mudik ditambah 11 SPBU Siaga Tol Trans - Sumatera dan empat SPBU Modular di sepanjang jalur Tol Bakauheni - Palembang.ANTARA FOTO/ARDIANSYAH Petugas melayani pengisian BBM di SPBU 24.351.126 Jalan Pangeran Antasari, Bandar Lampung, Lampung, Selasa (19/4/2022). Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel mengerahkan 384 unit armada mobil tangki, 27 unit bridger avtur dan 174 unit skid tank untuk LPG serta 16 titik SPBU kantung dan 15 titik layanan motoris pada jalur mudik ditambah 11 SPBU Siaga Tol Trans - Sumatera dan empat SPBU Modular di sepanjang jalur Tol Bakauheni - Palembang.

"Kita masih menahan dengan harga 12.500, karena kita juga pahami kalau Pertamax kita naikkan setinggi ini, maka shifting ke Pertalite akan terjadi, dan tentu akan menambah beban negara," ujar Nicke, dalam keterangan resminya, Jumat (8/7/2022).

Lebih lanjut Nicke mengatakan, kenaikan harga minyak yang sangat tinggi berimbas pada krisis energi di beberapa negara. Pertamina berusaha membuat perencanaan yang akurat dengan menyeimbangkan aspek ketahanan energi nasional dan kondisi korporasi.

Nicke menjelaskan, pihaknya tak hanya menjaga pasokan secara nasional, tapi juga per wilayah hingga SPBU, karena stok yang diperlukan berbeda untuk jenis produknya.

Baca juga: Harga Naik, Pilihan LCGC di Bawah Rp 150 Juta Makin Minim


"Kita tidak menyamaratakan jumlah untuk seluruh daerah, tetapi disesuaikan, karena ada daerah yang solarnya tinggi, ada yang Pertalite-nya tinggi, ada juga Pertamax-nya. Ini kita coba lihat satu per satu dengan digitalisasi SPBU," ujarnya.

Adanya peningkatan mobilitas masyarakat yang tinggi pasca-pandemi, ikut mengerek tren penjualan bahan bakar. Bila terus berlanjut, diperkirakan Solar dan Pertalite akan melebihi kuota yang telah ditetapkan pemerintah.

Nicke menjelaskan, pihaknya berusahan menjaga kuota agar tidak over. Karena itu diupayakan langkah agar penyerapannya tepat sasaran mengingat dari data Kementerian Keuangan, 40 persen penduduk miskin dan renta hanya mengonsumsi 20 persen BBM, sementara 60 persen teratas mengonsumsi 80 persen BBM subsidi.

Baca juga: Komparasi Harga BBM Pertamina, Shell, Vivo, BP, per Juli 2022

Ilustrasi SPBU Pertamina.KOMPAS/HERU SRI KUMORO Ilustrasi SPBU Pertamina.

"Pertamina harus memastikan bahwa BBM Subsidi dipergunakan oleh segmen masyarakat yang berhak dan kendaraan yang sesuai ketentuan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com