Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajib Rapid Test Antigen Bisa Ganggu Ekosistem Transportasi Umum

Kompas.com - 17/12/2020, 16:41 WIB
Stanly Ravel,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya regulasi baru yang mengharuskan semua penumpang transportasi umum menyertakan hasil rapid test antigen bila ingin keluar-masuk DKI Jakarta saat momen libur Natal dan tahun baru, mengundang beragam reaksi.

Salah satunya dari pengusaha layanan bus antarkota antarprovinsi (AKAP) yang menganggap kebijakan yang mulai diterpakan dari 18 Desember-8 Januari 2021 tersebut, justru memicu rusaknya ekosistem transportasi.

Kurnia Lesani Adnan, Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) mengatakan, pada prinsipnya kebijakan tersebut cukup baik, namun di satu sisi berat sebelah lantaran regulasinya tidak menyeluruh.

"Harusnya kalau dijadikan kebijakan nasional itu menyeluruh. Bila kewajiban itu hanya menjadi keharusan penumpang transpotasi umum, yang ada justru menggiring orang untuk ramai-ramai pindah ke kendaraan pribadi. Lalu apakah jaminan yang menggunakan mobil pribadi itu bebas Covid-19," ucap Sani kepada Kompas.com, Rabu (16/12/2020).

Baca juga: Penumpang Bus AKAP Wajib Test Antigen, Jadi Celah buat Travel Gelap

Polisi menghalau mobil bus yang membawa penumpang di jalan tol Jakarta-Cikampek untuk keluar ke Gerbang tol Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (24/4/2020). Larangan mudik mulai diberlakukan 24 April 2020 pukul 00.00 WIB. Polda Metro Jaya melarang kendaraan pribadi baik motor atau mobil dan kendaraan umum berpenumpang keluar dari wilayah Jabodetabek. Pemeriksaan dan penyekatan kendaraan tersebut akan dilakukan di 18 titik pos pengamanan terpadu dan pos-pos check point di jalur tikus dan perbatasan.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Polisi menghalau mobil bus yang membawa penumpang di jalan tol Jakarta-Cikampek untuk keluar ke Gerbang tol Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (24/4/2020). Larangan mudik mulai diberlakukan 24 April 2020 pukul 00.00 WIB. Polda Metro Jaya melarang kendaraan pribadi baik motor atau mobil dan kendaraan umum berpenumpang keluar dari wilayah Jabodetabek. Pemeriksaan dan penyekatan kendaraan tersebut akan dilakukan di 18 titik pos pengamanan terpadu dan pos-pos check point di jalur tikus dan perbatasan.

"Bila mamang aturannya untuk mencegah paparan Covid-19, itu diberlakukan menyeluruh tidak hanya untuk penumpang (transportasi) umum saja. Karena bila seperti ini merusak ekosistem yang sudah dibangun untuk transportasi umum, belum lagi ditambah dengan potensi munculnya travel gelap, lalu bagaiman upaya dari pemerintahnya," kata dia.

Sani mengatakan, harusnya pemerintah juga memperhatikan dari sisi lain, yakni aspek dari bagaimana pengusaha transportasi sudah cukup terpukul berat karena adanya pandemi dan segala regulasi yang ada.

Bahkan kebijakan tersebut secara tak langsung justru bertolak belakang dengan upaya pemerintah, karena arahnya membuat orang berpindah dari umum ke pribadi.

Menurut Sani, dari sektor bus-bus pariwisata akan makin terganjal kondisinya dengan pemberlakukan regulasi tersebut.

Pasalnya, sudah banyak orang yang sebelumnya ingin berlibur akhirnya membatalkan perjalanan atau pindah ke kendaraan pribadi atau travel pelat hitam.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Endar Parawansa didampingi Bupati Ngawi  (mengenakan kemeja putih) Kapolda Jatim dan Pangdam V Brawijaya melakukan interaksi dengan pengguna jalur tol Ngawi. Jawa Timur memberlakukan penyekatan di 8 titik pintu masuk  di wilayah perbatasan Jawa TImur-Jawa Tengah untuk mencegah penularan virus corona.KOMPAS.COM/SUKOCO Gubernur Jawa Timur Khofifah Endar Parawansa didampingi Bupati Ngawi (mengenakan kemeja putih) Kapolda Jatim dan Pangdam V Brawijaya melakukan interaksi dengan pengguna jalur tol Ngawi. Jawa Timur memberlakukan penyekatan di 8 titik pintu masuk di wilayah perbatasan Jawa TImur-Jawa Tengah untuk mencegah penularan virus corona.

Kondisi tersebut sangat miris, lantaran dalam momen yang harusnya menjadi masa pendapatan, tapi justru kembali dipersilit dengan regulasi tersebut. Apalagi banyak pengusaha bus pariwisata yang saat ini kondisinya sudah sangat nadir, alias berada dalam titik terendah.

Baca juga: 18 Desember, Keluar Masuk Jakarta Wajib Sertakan Hasil Rapid Antigen

"Kalau regulasinya dijalankan, tahun depan akan banyak pengusaha (bus pariwisata) yang kolep, padahal dari prediksi pemerintah sendiri itu awal 2021 ditargetkan bakal menjadi masa pemulihan, tapi akan sulit bila kondisinya justru seperti ini," ujar Sani.

Petugas kepolisian memeriksa sejumlah kendaraan yang melintas di jalan Jakarta-Cikampek, Cikarang Barat, Jawa Barat, Kamis (7/5/2020). Pemerintah menyatakan masyarakat Indonesia tetap dilarang mudik, tapi ada pengecualian bagi ASN, prajurit TNI dan Polri, pegawai BUMN, lembaga usaha, dan LSM yang berhubungan dengan percepatan penanganan COVID-19 serta masyarakat yang keluarganya meninggal atau keluarga sakit, repatriasi, pekerja migran Indonesia, TKI, dan pelajar atau mahasiswa yang akan kembali ke tanah air. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN Petugas kepolisian memeriksa sejumlah kendaraan yang melintas di jalan Jakarta-Cikampek, Cikarang Barat, Jawa Barat, Kamis (7/5/2020). Pemerintah menyatakan masyarakat Indonesia tetap dilarang mudik, tapi ada pengecualian bagi ASN, prajurit TNI dan Polri, pegawai BUMN, lembaga usaha, dan LSM yang berhubungan dengan percepatan penanganan COVID-19 serta masyarakat yang keluarganya meninggal atau keluarga sakit, repatriasi, pekerja migran Indonesia, TKI, dan pelajar atau mahasiswa yang akan kembali ke tanah air. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.

"Kalau boleh saran, sebenarnya kewajiban untuk melakukan rapid test antigen itu meski tetap dijalankan tapi jangan dibebankan lagi ke masyarakat, lebih baik disubsidi pemerintah," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com