BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Federal Mobil

Menanti Pembangunan MRT, Siaga Mesin Mobil Kepanasan karena Macet...

Kompas.com - 08/02/2018, 15:43 WIB
Dimas Wahyu

Penulis

KOMPAS.com - Jakarta dan wilayah sekitarnya kini sedang berbenah. Bekasi, Bogor, dan Tangerang, tiga wilayah tersebut turut menjadi bagian dari pembangunan jalur untuk transportasi publik kini tengah dijalankan. Termasuk di dalamnya, pembangunan untuk jalur MRT, LRT, dan juga jalur layang TransJakarta.

Di satu sisi, masyarakat akan menunggu hasilnya mengingat jalur layang TransJakarta sendiri di beberapa titik sudah mulai berjalan, seperti pada rute Ciledug-Tendean.

Di sisi lain, pembangunan jalur kerap menyebabkan kemacetan dan menjadi perbincangan publilk. Kemacetannya pun bisa panjang sehingga menyita waktu berjam-jam, sekalipun jaraknya pendek, seperti Jalan Pulomas -Boulevard Utara.

"Hampir setiap hari pas sore hari, seperti ini kondisinya. Macet parah. Saya tujuannya ke Lapiazza. Padahal, ke Lapiazza melintas di Jalan Boulevard Utara jaraknya hanya sekitar satu kilometeran lebih. Dekat sekali, tetapi ini perlu setengah jam kalau mau ke sana," ujar seorang pengendara mobil, Saryono (40), seperti dikutip Warta Kota, Jumat (5/5/2017).

Situasi yang sama terjadi di wilayah Pancoran. Kemacetan di titik itu pun tidak mengenal waktu, setiap hari, bahkan sejak pagi.

"Setiap hari saya lewat Pancoran, dari arah Cawang enggak ada jam terbaik lewat situ, dari arah mana pun juga sama. Sama ngeri macetnya. Pukul 06.00 WIB saja sudah macet," ujar salah satu warga, Dayinta, seperti dikutip Kompas.com, Kamis (19/10/2017).

Waktu berjam-jam dan bahan bakar pun tersita, terutama ketika dalam sehari penggunanya kerap bepergian dan pergi-pulang dari luar ke dalam Jakarta, ataupun sebaliknya.

Efek mesin panas

Menurut data terakhir Badan Pusat Statistik, total 1,3 juta warga Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi berkegiatan di Jakarta, sementara sebaliknya sekitar 255.000 warga bekerja ke luar DKI Jakarta.

Data tersebut yang diperoleh pada tahun 2014. Tiga tahun kemudian? Bisa dibayangkan bagaimana kondisinya. Efek kerugiannya pun macam-macam, yang pastinya termasuk buang-buang bahan bakar.

Namun, ada satu efek lain yang—bisa iya bisa juga tidak—disadari para pemakai mobil yang kerap menghadapi kemacetan seperti itu. Kerugian tersebut terasa ketika mereka melewati bagian depan mobil, tempat mesin berada, setelah drama kemacetan seharian.

Hawa panas meruap begitu kuat, tanda mesin bekerja ekstra keras karena berada di jalan dalam waktu yang lama.

Soal panas pada mesin mobil, hal ini memang dibutuhkan pada batas normal. Namun, berbeda halnya jika panas mesin yang terjadi karena terjebak macet.

Sebagai gambaran, mesin bekerja dengan sistem pembakaran yang memerlukan gerak piston dan sebagainya, juga bagian-bagian yang bersifat diam. Bagian-bagian ini digarisbesarkan dengan istilah metal duduk dan metal jalan.

Karena semua bagian mesin itu merupakan bahan metal, maka tanpa adanya oli, akan terjadi gesekan keras di antaranya. Makanya, mesin mobil butuh oli atau pelumas, yang masing-masing pun punya aturan berbeda soal kekentalannya.

Misalnya, di buku panduan perawatan atau tempat isi bensin tertera kode "10W40". Ini menandakan tingkat vikositas atau kekentalan oli. Untuk angka di bawah 10, berarti oli akan lebih encer.

Dengan acuan itu, pengemudi mobil pun harus menghindari salah pilih oli. Contohnya dengan hindari anggapan bahwa oli encer membuat kerja piston dan lainnya lebih ringan saat bergesekan.

Pasalnya jika mesin butuh pelumas yang lebih kental, maka pelumas encer malah tidak bekerja melumasi bagian mesin karena terlalu tipis sehingga rentan menyebabkan metal-metal tersebut bergesekan langsung, selanjutnya malah menyebabkan panas, dan lebih jauh kerusakan.

Panas yang menyebabkan rusaknya mesin juga terjadi karena sisa pembakaran dalam mesin. Pasalnya, keberadaan sisa pembakaran, atau juga disebut sebagai kerak, memakan ruang pembakaran.

"Ketika mesin terlampau panas (dan terjadi berulang-ulang), maka bagian sil dan gasket rusak sehingga menyebabkan kebocoran pelumas. Akibatnya, peran oli sebagai peredam gesekan pun berkurang," tulis Michael Fernie di artikel "Common Causes Of Engine Overheating And How To Fix Them" di Carthrottle.com.

Bukan cuma panas, kerak yang memakan volume ruang pembakaran juga mengurangi performa sehingga pengguna merasa mobil perlu lebih digas. Pada akhirnya, mobil jadi boros bensin.

Lantas apa jadinya jika mau tidak mau mobil terjebak macet berkepanjangan dan menyebabkan kerugian-kerugian di atas? Bagaimanapun memang kerak penyebab panas dan pilihan oli atau pelumas pun penting untuk diperhatikan.

Pada jenis oli sintetis, daya tahannya terhadap temperatur tinggi lebih baik sehingga kadar penguapannya rendah.

Tentunya, dengan demikian, oli sintetis dengan Anti Heat Technology ini tetap berada di bagian mesin dan melapisinya.

Kualitasnya pun akan bertahan lama karena berarti juga tahan terhadap oksidasi. Di samping itu, jenis pelumas ini mempunyai polimer aktif yang bekerja mengikat deposit sisa pembakaran pada mesin, seperti pada Federal Mobil dengan Anti Heat Technology with Active Polymer.

Artinya, pelumas ini akan membuat temperatur mesin mobil terjaga stabil, performa daya tahan mesin menjadi lebih baik, dan tentu saja tidak menjadi boros bahan bakar.

Pelumas berteknologi tinggi ini pun tersedia untuk bermacam jenis mobil dan juga macam-macam vikositas sehingga pengguna tinggal menyesuaikannya.

Yang perlu jadi perhatian, oli sintetis cocok untuk mesin-mesin mobil modern di atas produksi tahun 2001. Pasalnya, celah di mesin mobil-mobil ini sempit dan presisi, dan oli sintetis, seperti Federal Mobil, bisa mengisi dan melumasi bagian-bagian itu sebaik mungkin.

Nah, dengan memilih pelumas yang tepat ini, pengguna mobil sudah mengambil langkah antisipatif sambil menunggu pembenahan sarana transportasi di Jakarta.



komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau