Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritisi YLKI untuk Revisi Regulasi Taksi "Online"

Kompas.com - 23/03/2017, 12:42 WIB
Stanly Ravel

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif - Langkah Kementerian Perhubungan memberlakukan revisi Peraturan Menteri (PM) Nomor 32 Tahun 2016 mengenai taksi online, mendapat sambutan positif dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesai (YLKI). Tetapi, regulasi baru yang sudah direvisi mulai diterapkan 1 April 2017, belum memenuhi aspek perlindungan konsumen secara menyeluruh.

Dalam konteks perlindungan konsumen dan membuat sistem transportasi yang keberlanjutan, YLKI menilai regulasi tersebut bisa dipahami, namun ada beberapa catatan kritis, yakni ;

1. Prinsip dasar dalam bertransportasi adalah keselamatan, aksesibilitas, keterjangkauan, terintegrasi, kenyamanan dan keberlanjutan. Sejauh ini taksi berbasis aplikasi baru menjawab terhadap satu poin saja, yakni aksesibilitas. Konsumen dengan (relatif) mudah mendapatkan taksi online daripada taksi konvensional.

2. Sedangkan aspek yang lain, taksi online belum mampu menjawab kebutuhan dan perlindungan pada konsumen yang sebenarnya. Misalnya, belum mempunyai standar pelayanan minimal yang jelas, baik untuk armada dan sopirnya. Tarif taksi online juga tidak bisa dibilang murah, bahkan bisa lebih mahal daripada taksi konvensional. Sebab taksi online memberlakukan tarif berdasarkan jam sibuk (rush hour) dan non rush hour. Pada rush hour tarif taksi online jauh lebih mahal apalagi dalam kondisi hujan. Jadi untuk diberlakukan tarif bawah taksi online secara praktis tidaklah kesulitan karena selama ini secara tidak langsung justru sudah menerapkan tarif batas bawah dan batas atas.

3. Justru yang harus disorot adalah bagaimana mekanisme pengawasan terhadap implementasi tarif batas atas dan batas bawah tersebut. Aparat penegak hukum akan kesulitan melakukan pengawasan dan penegakan hukum jika terjadi pelanggaran.

4. Taksi online juga belum memberikan perlindungan kepada konsumennya jika terjadi kehilangan barang atau terjadi kecelakaan. Bahkan jika terjadi sengketa keperdataan dengan konsumen akan diselesaikan via abritase di Singapura. Ini jelas tidak adil dan tidak masuk akal bahkan merugikan konsumen.

5. Operator taksi online juga belum memberikan jaminan perlindungan data pribadi konsumennya. Bahkan dalam term of contract-nya, mereka bahkan akan menjadikan data pribadi konsumen untuk di-share ke mitra bisnisnya, misalnya untuk obyek promosi. Oleh karena itu, Kemenhub dalam revisinya Permenhub No 32/2013 seharusnya mengatur poin-poin tersebut. Bukan hanya mengatur soal uji kir, proses balik nama STNK, atau bahkan tarif.

6. Dalam konteks persaingan usaha, tidak boleh ada operator atau pelaku usaha yang menerapkan kebijakan predatory tariff. Sebab predatory tariff akan membunuh operator yang lain sehingga mematikan operasi operator lainnya. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan intervensi jika ada operator yang menerapkan predatory tariff.

-

7. Di sisi yang lain, YLKI mendesak kepada operator taksi konvensional untuk meningkatkan pelayanannya, misalnya kemudahan mengakses bagi konsumen semudah taksi online. Jika perlu Kemenhub juga mengaudit tarif taksi konvensional, harus dibebaskan dari unsur inefisiensi. Sehingga konsumen tidak menanggung tarif atau ongkos kemahalan karena ada unsur inefisiensi dalam tarif taksi konvensional.

Secara umum, YLKI menilai revisi PM 32 tahun 2013 sebenarnya sudah terlalu permisif dan kompromistis. Hal ini ditunjukan dari diizinkannya mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/LCGC) sebagai taksi, yang diklaim YLKI tidak layak dijadikan angkutan umum karena faktor safety. Selain itu, uji KIR juga cukup dengan stiker tidak harus diketok di mesinnya.

Bahwa keberadaan taksi online tidak mungkin dilarang, tapi juga tidak mungkin dibiarkan beroperasi tanpa adanya regulasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com