Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pebisnis Sepeda Motor Mulai Hitung Kenaikan Harga

Kompas.com - 05/01/2017, 07:46 WIB
Ghulam Muhammad Nayazri

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif – Hadirnya Peraturan  Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, memberikan ketetapan biaya baru untuk kepengurusan surat kendaraan (STNK, BPKB, STCK, Mutasi, NRKB, dan TNKB ).

Tidak tanggung-tanggung, tarif baru tersebut naik berkali-kali lipat dari aturan sebelumnya (PP Nomor 50 Tahun 2010). PNPB sendiri menjadi salah satu instrumen pendanaan kas negara, yang nilainya tidak sedikit. Pada 2016, sumbangan PNPB mencapai angka Rp 262,4 triliun.

Namun, di lain sisi, perubahan ini membawa efek lain, di mana harga kendaraan yang menyesuaikan, di mana bisa menjadi lebih mahal. Selain konsumen yang bakal terbebani, pebisnis kendaraan juga mulai putar otak.

Baca juga : Penjelasan Polisi Terkait Kenaikan Biaya Surat Kendaraan

Gunadi Sindhuwinata, Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mengatakan, kalau produsen kendaraan di Indonesia, khususnya sepeda motor, mau tidak mau harus melihat secara keseluruhan. Kemudian menyesuaikan, apakah harus menaikkan harga, atau mempertahankan harga sebelumnya.

“Kami harus berpikir cermat apakah harus ada penyesuaian harga. Artinya jika beban konsumen menjadi lebih tinggi karena satu dan lain hal, seperti salah satunya ketetapan baru ini, kami harus meperhitungkan apakah konsumen sanggup. Kalau ternyata tidak sanggup (penjualan melorot), kami tidak mungkin diam, dan memikirkan bagaimana pasar bisa bergairah,” ujar Gunadi kepada KompasOtomotif,  Rabu (4/1/2017).

Baca juga : Taris Pengurusan Surat Naik, Jadi Beban Pembeli Kendaraan?

Gunadi menambahkan, kalau beban produsen dalam merumuskan harga untuk suatu produk, tidak hanya sebatas urusan tarif pengurusan surat, tapi masih banyak dari faktor lain, mulai dari harga komponen, inflasi, bahan baku. Jadi benar-benar harus cermat.

“Syukur-syukur saat tarif ini naik, harga yang lainnya tidak berubah (memberatkan beban biaya produksi). Semua itu bisa sangat memengaruhi juga pada kinerja perusahaan, dan strategi setiap perusahaan pastinya berbeda-beda,” ujar Gunadi.

“Namun, efek negatif dari penetapan ini masih belum bisa diprediksi sekarang, karena masih terlalu dini,” ucap Gunadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com