Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daya Saing Otomotif Indonesia Rendah dalam TPP

Kompas.com - 02/06/2016, 18:12 WIB

Jakarta, KompasOtomotif – Keinginan Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia bagian dari skema Kerja Sama Transpasifik (Trans Pacific Partnership/TPP) dianggap tidak cocok untuk industri otomotif nasional. Pasalnya, TPP hanya akan menggenjot impor mobil sementara daya saing industri masih rendah.

Ekonom Indef  Enny Sri Hartati menilai, industri otomotif tidak berurusan dengan TPP. Sebab, saat ini, mayoritas produksi dipasok ke pasar domestik. Dari total produksi 1,2 juta unit pada 2015, sebanyak 1 juta unit dipasok ke pasar domestik, sedangkan sisanya diekspor.

“Intinya, kita jangan ikut-ikutan. Jangan mentang-mentang Malaysia dan Thailand ikut TPP, kita latah masuk TPP. Selama kita masih mengandalkan ekspor komoditas, kita tidak akan mendapatkan manfaat optimal dari TPP,” ujar Enny dalam focus group discussion (FGD) bertajuk Kerja Sama Transpasifik, Peluang atau Ancaman?, di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Rabu (1/6/2016).

Sekjen Institut Otomotif Indonesia (IOI) Yanuarto Widihandono menambahkan, daya saing industri otomotif Indonesia dibandingkan negara anggota TPP, terutama Jepang dan Meksiko rendah. Indonesia bakal menjadi sasaran empuk industri otomotif dua negara itu ketika bergabung dengan TPP. 

“Yang bakal mengimpor banyak mobil adalah Kanada, AS, Australia, dan Indonesia jika memutuskan bergabung,” ujar Yanuarto.

Saat ini, 12 anggota yang tergabung TPP, adalah Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chili, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, Amerika Serikat (AS), dan Vietnam. Negosiasi TPP telah disepakati 5 Oktober 2015 dan Pakta TPP telah ditandatangani awal Februari 2016. Agar TPP berlaku, dibutuhkan persetujuan parlemen masing-masing negara.

Industri otomotif Indonesia, lanjut Yanuarto, juga dipastikan sulit menggenjot ekspor mobil dalam keadaan utuh (completely built up/CBU). Alasannya, standar emisi kendaraan di Indonesia baru Euro 2, sedangkan negara-negara lain sudah Euro 5-6. Artinya, industri membutuhkan tambahan biaya untuk menghasilkan kendaraan yang sesuai standardisasi global.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Chief Officer MV Prometheus Leader M Edwin Kabalican mengawasi proses muat mobil Yaris Sedan produksi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, di dermaga Car Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (10/6/2015). Mobil-mobil ini akan diekspor ke sejumlah negara, antara lain di Timur Tengah.

Peluang

Tetapi, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan memberikan penilaian, kalau TPP adalah peluang untuk memperluas akses pasar, peningkatan investasi dan daya saing sebagai imbas penurunan tarif bea masuk (BM). Pemerintah mempertimbangkan kemungkinan Thailand bergabung dengan TPP, yang dapat berdampak besar terhadap industri otomotif Indonesia.

“Pemerintah siap mendukung industri otomotif dengan memberikan insentif pajak. Kami juga menyiapkan strategi lain seperti hambatan nontarif dan kebijakan DNI (daftar negatif investasi) untuk melindungi pemain lokal,”kata Putu.

Kepala Bidang Kebijakan Fiskal Badan Pusat Pengkajian Industri (BPPI) Kemenperin Reni Yanita menilai, Indonesia belum perlu mengikuti TPP, karena telah menjalin beberapa perdagangan bebas yang beririsan dengan TPP, antara lain Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) alias perdagangan bebas 10 negara Asean denganChina, India, Korea Selatan, Australia, Jepang, dan Selandia Baru.

RCEP, yang pembahasannya ditargetkan tuntas tahun depan, kata dia, hanya tidak menyentuh empat negara anggota TPP, yakni AS, Peru, Chili, Kanada dan Meksiko.  “Pada titik ini, saya kira pemerintah bisa memulai negosiasi perjanjian bilateral dengan AS, jika tujuannya untuk mendongkrak ekspor cabang industri tertentu, seperti TPT dan alas kaki,” kata Yeni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com