Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Success Story Vice Managing Director Suzuki Indomobil Sales Davy J Tuilan

Pecinta Matematika yang Banting Setir

Kompas.com - 02/02/2016, 14:02 WIB

Kehidupan ini sangat indah. Tak semua perjalanan hidup manusia berjalan dengan mulus. Tentu banyak rintangan dan hambatan dalam meraihnya. Kuncinya adalah kesabaran, keteguhan hati, memiliki prinsip yang kuat, jujur, apa adanya, dan selalu melakukan inovasi. Di balik kesuksesan seseorang, ada kisah-kisah mengharukan dan menyedihkan. Semua itu adalah proses yang harus dilalui. Mulai hari ini, Kompas.com menurunkan serial artikel "Success Story" tentang perjalanan tokoh yang inspiratif. Semoga pembaca bisa memetik makna di balik kisah.

Jakarta, KompasOtomotif - Menduduki jabatan tertinggi orang lokal di perusahaan asing bukan hal yang mudah dilakukan. Apalagi perusahaan Jepang yang menuntut etos kerja dan determenasi yang tinggi. Davy Jeffry Tuilan, pria berdarah Minahasa ini berhasil membuktikan diri sebagai yang terbaik mewakili putra lokal.

Davy saat ini duduk sebagai Vice Managing Director PT Suzuki Indomobil Sales, agen tunggal pemegang merek (ATPM) Suzuki. Butuh kerja keras dan pengalaman segudang sampai akhirnya bisa membawa pria berkacamata minus ini duduk di jabatannya sekarang. Sambil berbincang santai di kantor pusat Suzuki di daerah Cawang, Jakarta Timur, belum lama ini, Davy berbagi pengalaman hidupnya menggapai sukses.

"Sumpah dulu nggak pernah kepikiran bakal jadi seperti ini (Direktur)," kata Davy.

Masa kecil Davy bisa dibilang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Punya ayah seorang kontraktor, menuntut keluarganya berpindah-pindah kota sesuai lokasi pekerjaan yang diperoleh. Lahir di Jakarta, Davy tumbuh dewasa di Surabaya, sejak Taman Kanak-kanak sampai lulus kuliah.

"Dulunya sering pindah-pindah, tetapi semenjak sudah sekolah, saya tetap di Surabaya. Ayah tetap muter-muter, dulu sempat di Ujung Pandang," kata Davy.

Cinta Matematika

Ketika cilik, Davy sempat mengalami korban bullying anak-anak sesusianya. Punya kulit putih dengan karakter wajah oriental, kerap dicap sebagai keturunan China. "Dulu pada zaman itu seperti itu. Tapi, saya selalu bilang, aku dudu China, aku Manado kon," ucapnya sambil melemparkan kepalan-kepalan ke udara, menggambarkan kejadian dulu.

Meski mendapat tekanan, tak lantas membuat Davy terkucilkan. Prestasi ditunjukkan dengan mendalami kegemarannya pada salah satu mata pelajaran matematika. "Saya sudah jatuh cinta pada matematika, khususnya sejak SMP. Saya suka karena konsep pelajaran ini adalah problem solving. Mencari jalan keluar dari suatu permasalahan," kata Davy.

Keranjingan pada matematika bukan isapan jempol semata. Duduk di bangku SMA 5 Surabaya, ketika anak-anak seusianya sibuk bermain dan pacaran. Davy justru gemar hunting buku-buku matematika lawas di pasar loak dekat Pasar Turi, Surabaya. Memiliki buku logaritma atau bahasan integral terbitan zaman Belanda jadi keasyikan tersendiri buat Davy muda.

"Saat ikut kursus untuk UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), saya justru sukanya tukar-tukaran soal dengan guru pengajar. Dari interaksi ini juga akhirnya saya dapat tawaran mengajar di bimbel (bimbingan belajar) itu," kata Davy.

Ide Gila

Duduk di bangku SMA, kecintaan Davy pada matematika berlanjut ke mata pelajaran lain. Cinta kedua Davy adalah mata pelajaran Kimia. Pada usia kelas dua SMA, Davy mengaku sudah mendengar prediksi kalau dalam 50-60 tahun lagi minyak bumi di dunia akan habis.

Dengan prediksi itu, ia kemudian merasa tertantang. "Fosil-fosil itu mengalami katalisasi puluhan juta tahun sampai akhirnya jadi minya. Saya punya ide gila, saya pikir, katalisasi itu pasti reaksi kimi. Masa sih, kita tidak bisa mencari formulasinya, membuat cairan kimia, supaya bisa mempercepat katalisasi dan menghasilkan minyak bumi baru," celoteh Davy menceritakan ambisinya.

Berbekal ambisi ini, keseriusan Davy pada dunia Kimia semakin dalam sampai punya cita-cita mau jadi ahli kimia di masa tuanya. Jenjang pendidikan selanjutnya yang dibidik, adalah Teknik Kimia di bangku perguruan tinggi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com