Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manusia Itu Predatornya Harimau

Kompas.com - 17/02/2009, 09:32 WIB

Rudy Badil dan Agnes Rita Sulistyawaty

Siapa tidak takut dan ngeri kalau bertemu, meski dari jauh, dengan harimau, sosok hewan buas berbulu loreng-loreng yang sudah terkenal sejak lama sebagai makhluk pemangsa segala makhluk hidup, termasuk manusia. Satwa liar predator itu adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), sempat dijuluki ”sang raja hutan” atau di Sumatera Barat diberi gelar ”datuak”.

Sejak awal Februari ini, warga di Nagari Halaban, Kabupaten Limapuluh Koto, Sumatera Barat, ramai-ramai ketakutan karena ”sang datuak” sudah berkali-kali menampakkan diri pada pagi dan sore hari di hutan di kaki Bukit Sago, sekitar 200 meter dari Hutan Suaka Alam Air Putih.

”Hampir tiap hari selama dua pekan ini, ada saja warga yang melihat harimau. Sebelumnya, tidak pernah ada harimau yang terlihat. Kejadian ini baru sekali ini terjadi di sini,” tutur Ferizal Ridwan, tokoh Halaban, medio Februari lalu, soal satwa predator dan mamalia besar karnivora yang panjang badannya sekitar 170 sentimeter dengan bobot dewasa mencapai 1,5 kuintal. Apalagi, bukti keganasan binatang buas berbulu loreng hitam di sela bulu kuning kemerahan dan putih ini konon cakar tajam dan gigi lancipnya sudah membunuh seekor sapi dan empat ekor kambing peliharaan warga.

Kejadian harimau sumatera keluar hutan dan masuk kampung sebenarnya bukan berita baru. Sejak akhir tahun 1990-an harimau kerap muncul dan mendekati kampung. Harimau jantan yang hidup soliter serta sang betina bersama anakannya yang belum dewasa tidak sungkan masuk ke permukiman manusia, membunuh ternak sebagai pakan, kalau perlu menewaskan juga manusia. Sepanjang tahun 2008 saja sudah terjadi lima kasus konflik berdarah antara harimau dan manusia di wilayah Sumatera Barat.

Juga sepanjang tahun 2007, tercatat tiga kali terjadi aksi teror berdarah antara manusia dan harimau maneaters alias ”pemakan manusia”. Bahkan, seekor harimau tertangkap di sekitar Kota Padang. Kepala Badan Koordinasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat Indra Arinal melihat, ada sisi positif dari banyak konflik harimau yang terjadi di Sumbar. ”Konflik itu menunjukkan harimau sumatera masih tersebar merata di hampir seluruh kelompok hutan di Sumatera Barat,” ujarnya.

Aksi teror maut

Kejadian teror harimau versus manusia sebetulnya lebih sering menimpa harimau, misalnya pada tahun 2006, ada foto yang memperlihatkan harimau betina muda yang terkapar mati dengan pelipis hancur dan terbujur kaku. Di tubuh harimau itu juga terdapat luka-luka dan kuku-kukunya copot. Malah kumisnya pun plontos sudah tercabut semua.

Di sekitar bangkai harimau itu ada sekitar 20 manusia berdiri menonton bangkai satwa liar langka yang konon tersisa antara 400 dan 500 ekor di seluruh hutan di Sumatera yang parah rusaknya.

Makin susut dan sedikitnya populasi harimau liar sudah terduga dan teramal sejak awal zaman Reformasi. Hutan Sumatera yang sudah lama menjadi korban hak pengusahaan hutan dan perburuan tradisional mulai terusik hebat oleh pembalakan dan pencurian liar. Perubahan peruntukan kawasan lahan menjadi perkebunan besar, juga pemburu liar keluar masuk hutan untuk memburu rusa, babi hutan, dan lainnya, membuat harimau makin terjepit di ”rumah hutan” rusaknya dan makanannya yang semakin langka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com