Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Sekadar Teknologi Kendaraan Hemat Emisi

Kompas.com - 11/01/2008, 05:22 WIB

Untuk mendukung penyelenggaraan Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim di Bali, akhir tahun lalu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia menggelar "Clean Air Road Show 2007" yang diikuti sekitar 20 kendaraan dari beberapa pabrikan mobil di Indonesia. Ajang road show tersebut sekaligus untuk membuktikan kemampuan Toyota Prius, mobil hibrida yang menggabungkan mesin pembakaran dalam yang menggunakan pertamax plus sebagai bahan bakar dengan motor listrik yang mendapatkan tenaga dari baterai, menjalani rute Jakarta-Bali yang medannya cukup berat. Rombongan berangkat pada 28 November 2007 dari Jakarta dan tiba di Bali 1 Desember 2007.

Selain Toyota Prius yang menjadi bintang sepanjang perjalanan, perjalanan lebih dari 1.000 kilometer (km) itu juga diikuti Toyota Vios, Toyota Fortuner Diesel, Toyota Avanza tipe S, Toyota Yaris, Daihatsu Xenia, Daihatsu Grand Max, Daihatsu Sirion, Nissan Grand Livina, Isuzu D-Max, Toyota Inova, dan Suzuki Grand Vitara. Mobil-mobil tersebut telah memenuhi standar emisi Euro-2 itu secara umum terbukti cukup hemat dengan konsumsi bahan bakar minyak (BBM), rata-rata di atas 10 km per liter. Bahkan, beberapa mobil dengan kapasitas mesin 1.5 Liter mampu mencatat 17 km per liter.

Toyota Prius, yang dari hasil pengujian di Jepang mampu mencatat 35 km per liter dan pada uji coba di Jakarta masih mampu menorehkan 30 km per liter, dalam perjalanan ke Bali membuat catatan baru yang agak di luar perkiraan banyak pihak, yaitu rata-rata hanya 22-23 km per liter. Bagi mobil hibrida seperti Prius, perjalanan Jakarta-Bali memang mengandung risiko yang tidak ringan, antara lain langkanya stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang memiliki pertamax plus, risiko jalan tergenang air jika turun hujan yang sangat "berbahaya" bagi Prius yang serba elektronik dan berkomputerisasi, serta kondisi jalan yang tidak ramah untuk mobil-mobil sekelas sedan. Akan tetapi, terbukti semua tantangan itu bisa dilalui.

Tantangan medan

Sebagai sebuah produk hasil pengembangan termutakhir, catatan prestasi Prius menjalani rute Jakarta-Bali itu memang secara umum masih di atas mobil-mobil nonhibrida. Namun, jika dibandingkan dengan "harapan awalnya" untuk menghasilkan mobil yang jauh lebih irit dari mobil-mobil konvensional, catatan Prius itu perlu dipelajari dengan lebih mendalam. Sayang, Honda Civic Hybrid yang diharapkan ikut serta membatalkan keikutsertaannya. Akibatnya, Prius tidak memiliki pembanding.

Pada prinsipnya Prius mengandalkan motor listrik yang mendapatkan tenaga dari baterai sebagai penggerak utama. Mesin pembakaran dalam yang mengandalkan pertamax plus sebagai bahan bakar hanya akan hidup dan membantu motor listrik jika Prius berakselerasi atau menanjak. Bahkan, jika diperlukan, tenaga listrik tambahan dari baterai akan memperkuat motor listrik. Peralihan antara kedua sistem penggerak itu diatur sedemikian rupa oleh komputer sehingga ketika dikendarai tidak terasa sama sekali adanya jeda pada peralihan sumber penggerak itu.

Dalam perjalanan Jakarta-Bali, tampak sekali bagaimana medan jalan yang berkelok-kelok dan naik turun memaksa Prius lebih banyak menggunakan mesin bensin ketimbang motor listrik. Apalagi dengan kecepatan tim road show yang rata-rata di atas 60 km per jam. Sebaliknya, bagi mobil-mobil nonhibrida, perjalanan Jakarta-Bali yang relatif "bebas macet" karena menggunakan mobil polisi sebagai voorrijder, memungkinkan kendaraan melaju dengan kecepatan konstan sehingga konsumsi BBM lebih irit. Konsumsi BBM Yaris, Vios, dan Grand Livina rata-rata di atas 15 km per liter. Itu membuktikan bahwa tingkat kelancaran di jalan berkorelasi sangat besar dengan konsumsi BBM kendaraan.

Rekayasa jalan

Catatan berharga dari perjalanan Prius melalui rute Jakarta-Bali itu adalah peningkatan dan pembaruan terus-menerus dalam hal teknologi kendaraan saja tidaklah cukup untuk mencapai impian kita akan hadirnya mobil yang sangat irit BBM. Perbedaan mencolok antara catatan pengujian di Jepang dan Indonesia itu menegaskan perlunya pengembangan teknologi kendaraan bermotor itu juga didukung oleh pengembangan rekayasa jalan raya, yang lebih kondusif bagi kendaraan sehingga bisa lebih hemat BBM. Artinya, pembangunan jalan-jalan baru tidak bisa sekadar mengacu pada biaya pembuatannya yang lebih murah.

Berbeda dengan masa penjajahan Belanda dulu yang membuat sebagian besar sarana jalan dengan mengikuti kontur lahan yang ada karena masih terbatasnya kemampuan manusia saat itu, pada saat ini teknologi rekayasa jalan sudah maju sangat pesat dan didukung oleh berbagai peralatan yang banyak mempermudah pengerjaannya. Dengan demikian, para perekayasa jalan Indonesia sudah seharusnya bukan hanya mempertimbangkan biaya yang lebih efisien untuk pembangunan suatu jalan, tetapi juga penghematan yang bisa dihasilkan dari semakin efisiensinya konsumsi bahan bakar pada kendaraan-kendaraan yang menggunakan jalan itu.

Jika dihitung dalam skala ekonomi yang lebih besar, penghematan 5 sampai 10 liter BBM per kendaraan dari Jakarta menuju Bandung melalui jalan tol pada hari kerja dibandingkan dengan rute yang sama dengan melalui jalur Puncak atau Jonggol, menghasilkan penghematan yang besar. Hal itu tidak hanya mengurangi volume BBM yang harus dibeli si pengguna kendaraan, tetapi juga volume BBM yang harus dipasok pemerintah, subsidi untuk BBM premium itu, dan yang lebih penting adalah pengurangan emisi karbon dioksida yang dilepas ke udara. Jadi, sesungguhnya masih ada banyak cara lain untuk lebih menghemat penggunaan BBM dalam jangka panjang, selain terus mencari terobosan teknologi penghemat BBM untuk berbagai jenis kendaraan. (Rakaryan Sukarjaputra)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com